Akar Konflik Rusia-Ukraina hingga Panas Soal Invasi

Akar Konflik Rusia-Ukraina hingga Panas Soal Invasi

Syahidah Izzata Sabiila - detikNews
Minggu, 20 Feb 2022 11:27 WIB
Intelijen AS laporkan adanya indikasi Rusia akan serang Ukraina pada Rabu (16/2) pekan ini. Sebelumnya Rusia diketahui telah gelar latihan militer besar-besaran
Ilustrasi (Foto: Russian Defense Ministry Press Service via AP)
Jakarta -

Memanasnya konflik Rusia dan Ukraina belakangan ini jadi perhatian dunia internasional. Tudingan Rusia bakal segera menginvasi Ukraina terus dilontarkan lantaran dikuatkan dengan keberadaan militer Rusia di sekitar perbatasan Ukraina.

Negara-negara Barat, termasuk sekutu NATO berbondong-bondong mengirimkan bantuan alat militer jika invasi dan serangan tiba-tiba saja terjadi. Namun yang menjadi pertanyaan, apa sebenarnya akar konflik antara Rusia dan Ukraina? detikcom merangkum informasi selengkapnya berikut ini.

Masalah Perdagangan-Pencaplokan Krimea

Dilansir BBC, Ukraina memang merupakan bagian dari Uni Soviet hingga memperoleh kemerdekaaanya pada 1991 lalu. Hubungan Rusia dan Ukraina menegang pada 2013 silam karena kesepakatan politik dan perdagangan penting dengan Uni Eropa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych, menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow. Penolakan itu memicu gelombang protes massa hingga Viktor Yanukovych digulingkan dari jabatannya pada 2014 lalu.

Pada Maret 2014, Rusia mencaplok Krimea, sebuah semenanjung otonom di Ukraina selatan dengan loyalitas Rusia yang kuat. Pencaplokan itu dilakukan dengan dalih bahwa Rusia membela kepentingannya dan kepentingan warga negara yang berbahasa Rusia. Kala itu, ribuan tentara berbahasa Rusia, yang dijuluki "pria hijau kecil" dan kemudian diakui oleh Moskow sebagai tentara Rusia, membanjiri semenanjung Krimea. Dalam beberapa hari, Rusia selesai mencaplok Krimea dalam referendum yang dikecam oleh Ukraina dan sebagian besar dunia sebagai hal yang 'tidak sah'.

ADVERTISEMENT

Pencaplokan Rusia di Semenanjung Krimea juga mendorong pecahnya pemberontakan separatis pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk di mana mereka mendeklarasikan kemerdekaan dari Ukraina. Pemberontakan itu memicu pertempuran sengit selama berbulan-bulan.

Saat itu, Ukraina dan Barat menuduh Rusia mengirim pasukan dan senjatanya untuk mendukung pemberontak. Rusia membantahnya dan menuduh orang Rusia yang bergabung dengan separatis adalah sukarelawan.

Dalam pertempuran tersebut, lebih dari 14.000 orang tewas. Donbas, jantung industri di Timur Ukraina, hancur akibat pertempuran tersebut

Pada 2015, Ukraina dan Rusia menandatangani kesepakatan damai di Minsk, yang ditengahi oleh Prancis dan Jerman. Meski begitu kesepakatan damai tercoreng dengan dilanggarnya gencatan senjata berulang kali.

Uni Eropa dan AS telah memberlakukan serangkaian tindakan sebagai tanggapan atas tindakan Rusia di Krimea dan Ukraina timur, termasuk sanksi ekonomi yang menargetkan individu, entitas, dan sektor tertentu dari ekonomi Rusia.

Selain itu, konflik kedua negara ini juga terkait dengan keinginan bergabungnya Ukraina ke NATO. Simak informasinya di halaman selanjutnya.

Lihat Video: Latihan Militer Besar-besaran Disaksikan Putin, Rusia Uji Coba Rudal

[Gambas:Video 20detik]



Rusia Minta Ukraina Tak Gabung NATO

Selain masalah di atas, keinginan Ukraina untuk bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO) juga memicu tanggapan keras dari Rusia. Rusia seakan melarang keinginan Ukraina bergabung dengan NATO, yang memang di awal pendiriannya bertujuan melawan ancaman ekspansi Rusia pascaperang di Eropa.

NATO yang didirikan pada tahun 1949 telah berkembang ke 30 negara, termasuk bekas republik Soviet yakni Lituania, Estonia dan Latvia. Aliansi tersebut menyatakan bahwa jika satu negara diserang atau diserang oleh pihak ketiga, semua negara di NATO akan secara kolektif memobilisasi pertahanannya.

Rusia menuntut jaminan dari NATO bahwa Ukraina dan Georgia- bekas Republik Soviet lainnya yang sempat diinvasi Rusia pada 2008- tidak akan bergabung dengan aliansi tersebut. Pemerintahan Biden dan sekutu NATO mengatakan Putin tidak dapat membatasi hak Ukraina. Meski begitu hingga saat ini belum ada proses untuk memberikan keanggotaan NATO terhadap kedua negara dalam waktu dekat.

Dilansir CNN, Presiden Rusia Vladmir Putin sangat marah dengan prospek pangkalan NATO di sebelah perbatasannya dan menyebut bergabungnya Ukraina dengan aliansi transatlantik pimpinan AS itu akan menandai perlintasan 'garis merah' antar keduanya.

Moskow melihat meningkatnya dukungan untuk Ukraina dari NATO -- dalam hal persenjataan, pelatihan dan personel -- sebagai ancaman bagi keamanannya sendiri. Moskow juga menuduh Ukraina meningkatkan jumlah pasukannya sendiri dalam persiapan untuk upaya merebut kembali wilayah Donbas, yang dibantah Ukraina.

Putin juga pernah menyerukan perjanjian hukum khusus yang akan mengesampingkan ekspansi NATO lebih lanjut ke arah timur menuju perbatasan Rusia. Putin menambahkan bahwa NATO yang mengerahkan senjata canggih di Ukraina, seperti sistem rudal, akan melewati "garis merah" bagi Rusia, di tengah kekhawatiran Moskow bahwa Ukraina semakin dipersenjatai oleh kekuatan NATO.

Pada November 2021 lalu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan senjata dan penasihat militer sudah dipasok ke Ukraina oleh AS dan negara-negara anggota NATO lainnya. "Dan semua ini, tentu saja, semakin memperburuk situasi di garis perbatasan," katanya.

Jika AS dan sekutu NATO-nya tidak mengubah arah di Ukraina, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah memperingatkan bahwa Moskow memiliki "hak untuk memilih cara untuk memastikan kepentingan keamanannya yang sah."

Ukraina pun dengan tegas menolak larangan Rusia soal keinginan bergabung dengan NATO. Simak ulasan di halaman selanjutnya.

Ukraina Tolak Permintaan Rusia Soal Gabung NATO

Pemerintah Ukraina dengan tegas mengatakan Rusia tidak memiliki hak mencegah negara tersebut membangun hubungan yang lebih dekat dengan NATO, jika mau.

"Rusia tidak dapat menghentikan Ukraina untuk semakin dekat dengan NATO dan tidak memiliki hak untuk berbicara dalam diskusi yang relevan," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan kepada CNN, sebagai tanggapan atas seruan Rusia agar NATO menghentikan ekspansi ke arah timur.

"Setiap proposal Rusia untuk membahas dengan NATO atau AS apa pun yang disebut jaminan bahwa aliansi (NATO) tidak akan berkembang ke Timur adalah tidak sah," tambahnya.

Ukraina menegaskan Rusia sedang berusaha untuk mengacaukan negara mereka, di mana Presiden Volodymyr Zelensky, baru-baru ini mengatakan plot kudeta, yang melibatkan Ukraina dan Rusia, telah terungkap.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba memperingatkan bahwa kudeta yang direncanakan dapat menjadi bagian dari rencana Rusia menjelang invasi militer.

"Tekanan militer eksternal berjalan seiring dengan destabilisasi domestik negara itu," katanya.

Ketegangan antara keduanya juga diperburuk oleh krisis energi Ukraina yang semakin dalam. Ukraina menuduh krisis tersebut telah diprovokasi oleh Rusia dengan sengaja.

Di internal negara, masalah lain kian memperburuk. Popularitas pemerintahan presiden Zelensky engalami stagnasi di tengah berbagai tantangan politik domestik, termasuk akibat gelombang ketiga Covid-19 dan masalah ekonomi.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads