Otoritas Selandia Baru menggunakan cara tak biasa dengan memutar sejumlah lagu untuk membubarkan ratusan demonstran yang memprotes aturan wajib vaksin virus Corona (COVID-19) pada awal pekan ini. Namun hal ini justru menimbulkan kritikan dari berbagai pihak.
Dilansir AFP, Jumat (18/2/2022), ratusan demonstran yang terinspirasi 'Konvoi Kebebasan' oleh para sopir truk di Kanda, telah berkumpul dan berkemah di halaman gedung parlemen Selandia Baru di Wellington. Para massa ini diketahui telah berkemah selama sepekan.
Aksi ini bertujuan memprotes aturan wajib vaksin Corona di negara tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para demonstran mengabaikan permintaan Perdana Menteri (PM) Jacinda Ardern untuk 'pulang ke rumah dan membawa anak-anak Anda'.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk membubarkan para demonstran. Cara ini termasuk dengan menyemprot mereka dengan air dan menyetel lagu-lagu pop secara keras-keras dan berulang.
Lagu-lagu yang dimainkan untuk para demonstran antara lain, 'Mandy' dari Barry Manilow, 'Macarena' dan 'Baby Shark'.
Metode pembubaran dengan memutar lagu menimbulkan kritik. Simak halaman selanjutnya
Namun, metode itu menuai kritikan dari personel kepolisian yang berhadapan secara langsung dengan demonstran di lokasi.
Kepala Kepolisian Wellington, Inspektur Corrie Parnell, menilai taktik yang diperintahkan oleh para pejabat parlemen itu tidak efektif. Sebab malah semakin memperkuat tekad demonstran untuk tidak membubarkan diri.
"Itu tentu bukan taktik atau metodologi yang akan kami dukung, itu menjadi sesuatu yang lebih kami inginkan untuk tidak terjadi," ucap Parnell kepada media setempat, Radio New Zealand.
"Tapi itu telah terjadi, jadi kami harus menghadapi apa yang ada di hadapan kami," imbuhnya.
Kritikan terhadap metode itu juga disampaikan oleh para politikus oposisi. Salah satu kritikan menyalahkan ketua parlemen Trevor Mallard yang menyetujui penggunaan metode itu.
"Tindakan Mallard tidak membangun, memalukan dan tidak efektif," sebut anggota parlemen dari Partai Nasional, Chris Bishop, dalam kritikannya.
Ketua oposisi Partai ACT, David Seymour, menuduh Mallard bertindak seperti anak-anak. Cara ini dinilai justru membuat situasi semakin memburuk.
"Tidak hanya perilaku Mallard tidak dewasa, tapi juga tidak efektif, langkah itu membuat situasi serius menjadi lebih buruk. Perilakunya hanya mendorong para demonstran semakin jauh," tuduhnya.
Unjuk rasa antivaksin itu diwarnai bentrokan sarat kekerasan setelah polisi melakukan pembersihan paksa halaman gedung parlemen dari para demonstran. Lebih dari 120 demonstran ditangkap dalam bentrokan itu.
Secara terpisah, Ardern memperingatkan bahwa unjuk rasa yang awalnya bertujuan memprotes aturan wajib vaksinasi, kini jelas didominasi oleh para aktivis antivaksin.
"Apa yang kita lihat di luar sana tampaknya lebih antivaksinasi dibandingkan yang lain. Itu mencakup meneriakkan pelecehan kepada orang-orang yang berjalan di sekitar lokasi dengan memakai masker... ada tanda-tanda seruan eksekusi mati para politikus... kita melihat beberapa perilaku mengerikan di sana," ucapnya.