Operasi militer Amerika Serikat (AS) yang menewaskan pemimpin Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Abu Ibrahim al-Hashemi al-Quraishi, telah dipersiapkan selama berbulan-bulan. Bahkan pasukan AS berulang kali melakukan latihan penyerbuan menggunakan helikopter dengan harapan menangkap Quraishi hidup-hidup.
Namun sebelum pasukan AS berhasil mengamankannya, Quraishi meledakkan bom bunuh diri yang memiliki daya ledak besar hingga melemparkan jasadnya dan keluarganya keluar dari gedung tiga lantai yang menjadi target operasi. Demikian seperti dilansir Reuters, Jumat (4/2/2022).
Presiden Joe Biden, yang memantau secara langsung via layar di Situation Room, Gedung Putih, menyebut kematian Quraishi yang meledakkan diri sebagai 'tindakan akhir dari pengecut yang putus asa'. Aksi Quraishi itu mengingatkan pada pendahulunya, Abu Bakr al-Bghdadi, yang juga meledakkan diri tahun 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perencanaan operasi ini dimulai awal Desember tahun lalu, ketika otoritas AS semakin meyakini Quraishi tinggal di dalam gedung tiga lantai di kota Atmeh, Provinsi Idlib, Suriah. Menurut seorang pejabat senior Gedung Putih, Biden menerima penjelasan detail soal opsi menangkap Quraishi hidup-hidup pada 20 Desember lalu.
Salah satu pejabat AS, yang enggan disebut namanya, menyatakan operasi itu dipersulit oleh fakta bahwa Quraishi jarang meninggalkan kediamannya di lantai tiga gedung permukiman itu dan mengandalkan para kurir untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Sejumlah anak-anak yang terlihat di area itu dan keluarga sipil yang diyakini tinggal di lantai dasar mendorong para pejabat AS merancang misi yang bertujuan melindungi warga sipil. Hal itu akhirnya berujung pada pengerahan pasukan AS yang berrisiko melalui penyerbuan, daripada melancarkan serangan jarak jauh.
Biden memberikan persetujuan akhir untuk misi itu pada Selasa (1/2) waktu setempat, saat menggelar rapat di Ruang Oval dengan Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley.
Simak Video 'Biden Umumkan AS Bunuh Pimpinan ISIS Abu Ibrahim al-Hashimi':
Biden bersama Wakil Presiden AS, Kamala Harris, dan para pejabat pemerintahan AS lainnya menerima informasi baru secara real-time dari Austin, Milley dan Jenderal Frank McKenzie dari Marinir AS yang mengawasi pasukan AS di kawasan tersebut. Semuanya dipantau langsung via beberapa layar di Situation Room.
Disebutkan seorang pejabat Gedung Putih bahwa Biden bergabung dengan para pejabat tinggi AS lainnya di Situation Room pada Rabu (2/2) sore, sekitar pukul 17.00 waktu setempat setelah melakukan panggilan telepon dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, soal topik lainnya.
Setelah pasukan AS menuntaskan operasi, Biden terus memantaunya saat mereka diterbangkan ke tempat aman. Begitu pasukan AS berada di lokasi aman, menurut seorang pejabat Gedung Putih, Biden merenungkan serangan udara tahun 2015 -- saat dirinya menjabat Wakil Presiden AS -- yang menewaskan seorang pemimpin ISIS lainnya dan membuat Quraishi kehilangan salah satu kakinya.
Kepada Biden, Jenderal Milley menyatakan pasukan AS mendapatkan 'visual ID jackpot' saat mereka melihat jasad Quraishi dan mengonfirmasi identitasnya dengan data biometrik yang diambil dari sidik jarinya. Mereka menunggu untuk mengumumkan kematian Quraishi setelah tes DNA setelah dilakukan.
"Dia ada dalam daftar target kita sejak hari-hari awal misi. Dia merupakan tangan kanan Baghdadi, dan ... secara pribadi bertanggung jawab atas sejumlah kekejaman ISIS yang paling keji," sebut seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya.