Tersandung Skandal Rasisme, Direktur WHO Pasifik Barat Kini Diselidiki

Tersandung Skandal Rasisme, Direktur WHO Pasifik Barat Kini Diselidiki

Syahidah Izzata Sabiila - detikNews
Minggu, 30 Jan 2022 09:51 WIB
World Health Organization Regional Director for Western Pacific Takeshi Kasai addresses the media at the start of the five-day annual session Monday, Oct. 7, 2019, in Manila, Philippines. Current and former staffers have accused Kasai of racist, unethical and abusive behavior that has undermined the U.N. health agency’s efforts to curb the coronavirus pandemic. The allegations were laid out in an internal complaint filed in October 2021 and an email in January 2022 sent by unidentified β€œconcerned WHO staff” to senior leadership and the executive board. Kasai denies the charges.
Direktur WHO Regional Pasifik Barat Takeshi Kasai (Foto: AP Photo/Bullit Marquez, File)
Jenewa -

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jadi sorotan usai Direktur Regional Pasifik Barat Takeshi Kasai dituduh mengintimidasi staf, menggunakan bahasa rasis dan membocorkan data vaksin sensitif ke Jepang. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan dimulainya penyelidikan atas laporan tersebut.

"Kami paham kekhawatiran sejak akhir 2021 dan telah mengikuti proses hukum. Dengan kerja sama anggota staf, proses penyelidikan sedang berlangsung," kata Tedros pada hari terakhir pertemuan dewan eksekutif WHO di Jenewa, seperti dilansir kantor berita AFP dan Reuters, Minggu (30/1/2022).

Kepala WHO itu tidak menyebutkan secara rinci kapan penyelidikan dibuka. Tedros mengatakan "ada batasan untuk apa yang dapat kami katakan saat ini".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami menganggap serius tuduhan ini," imbuhnya.

Awal Mula Tuduhan ke Direktur Regional Pasifik Barat

ADVERTISEMENT

Diketahui tuduhan serius yang dirinci dalam email itu diungkap oleh kantor berita Associated Press pada Kamis (27/1) lalu. Tuduhan itu menargetkan Direktur WHO Pasifik Barat yang berbasis di Manila, Takeshi Kasai.

AP mengungkapkan pada Oktober lalu, belasan anggota staf WHO mengajukan keluhan internal. Namun pada pertengahan Januari, mereka kembali mengajukan keluhan ke negara-negara di dewan eksekutif WHO.

Dalam email tersebut, mereka menuduh Kasai melakukan "kepemimpinan otoriter dan rasis" dan menambahkan bahwa dia secara rutin berbagi data rahasia dengan pemerintah Jepang untuk membantu mengamankan bantuan diplomatik untuk sumbangan vaksin Covid-19 kepada negara-negara tetangga.

Gaya otoriter Kasai juga disebut mendorong lebih dari 55 staf penting angkat kaki dalam satu setengah tahun terakhir. Sebagian besar dari mereka belum diganti hingga saat ini.

Simak juga 'Respons Satgas Covid-19 Terkait Temuan 'Son of Omicron':

[Gambas:Video 20detik]



Dalam pernyataan WHO yang mengutip Kasai, dia menolak keras tuduhan rasisme terhadap budaya atau negara tertentu.

"Memang benar bahwa saya keras terhadap staf, tetapi saya menolak gagasan bahwa saya telah menargetkan staf dari kebangsaan tertentu. Rasisme bertentangan dengan semua prinsip dan nilai yang saya junjung tinggi sebagai pribadi dan pegawai internasional, dan saya miliki sepanjang hidup dan karir saya.".

Dia juga mengatakan bahwa dia "sangat serius memperhatikan gaya manajemen dan budaya kerja saya di Wilayah Pasifik Barat,".

Dia mengatakan "berkomitmen untuk mendengarkan dengan seksama para staf tentang kekhawatiran mereka, merenungkan metode kerja dan berpikir dengan hati-hati tentang bagaimana saya dapat meningkatkan diri, meningkatkan lingkungan kerja, bekerja bersama dengan seluruh staf kami, - sekarang dan di masa depan".

Atas tuduhan yang dilayangkan kepadanya, Kasai mengatakan dirinya siap bekerja sama dalam penyelidikan apa pun.

Banyak negara menyatakan keprihatinan mereka atas masalah ini awal pekan ini. Pada hari Sabtu (29/1), beberapa diplomat kembali meminta WHO untuk menyelidiki semua tuduhan pelanggaran.

"Kami menanggapi semua tuduhan dengan serius dan berharap penyelidikan independen akan dikembangkan sebagai prioritas," kata salah seorang perwakilan WHO Australia.

Seorang perwakilan Inggris mengatakan "sekali lagi kami menyesal telah mendengar hal ini pertama kali di media".

Salah satu pejabat WHO di Norwegia mengatakan "kita membutuhkan WHO yang kita semua percayai, negara-negara anggota serta staf, penerima manfaat dan komunitas global. Ini termasuk menciptakan budaya organisasi yang mempromosikan etika yang baik dan membangun kepercayaan di dalam organisasi dan memiliki sistem yang solid untuk ini".

Penyelidikan dilakukan pada saat WHO sudah berada di bawah tekanan untuk membuat perubahan besar menyusul pengungkapan kasus pelecehan seksual oleh pekerja kemanusiaan di Republik Demokratik Kongo pada 2020 lalu. Pada hari Jumat (28/1) negara-negara donor utama WHO menuntut agar mempercepat dan memperluas reformasi yang bertujuan untuk mencegah pelecehan seksual oleh para staf di lapangan.

Halaman 2 dari 2
(izt/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads