Kondisi Ukraina terkait ancaman serangan Rusia kian panas. Rusia bahkan telah mengirim lebih dari 100.000 tentaranya.
Negara-negara Barat, mulai Amerika Serikat hingga Inggris turut menyoroti ancaman Rusia tersebut. Berikut fakta-fakta terbaru imbas memanasnya Ukraina.
Kedubes AS di Ukraina Minta Staf Diplomatik Dievakuasi
Seperti dilansir CNN, Minggu (23/1/2022), Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat di Ukraina meminta Departemen Luar Negeri mengizinkan seluruh staf non esensial agar dapat segera meninggalkan Ukraina. Namun seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan pihaknya belum dapat mengumumkan soal evakuasi saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melakukan perencanaan darurat yang ketat, seperti yang selalu kami lakukan, jika situasi keamanan memburuk." demikian tanggapannya dan merujuk CNN ke Departemen Luar Negeri di Washington untuk mengkonfirmasi kabar tersebut.
CNN mengutip sumber dekat pemerintah Ukraina yang menyebut AS telah memberi tahu Ukraina bahwa "kemungkinan akan memulai evakuasi paling cepat minggu depan" untuk keluarga para diplomat di ibu kota Kiev.
Sumber itu menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tentang masalah ini. Namun Zelensky mengatakan jika Amerika Serikat mengambil langkah dramatis seperti itu akan menjadi "reaksi berlebihan."
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan departemen itu tidak akan mengomentari diskusi pribadi yang disebut sumber tersebut. Pihaknya menambahkan keputusan tentang staf luar negeri didasarkan pada satu kriteria: keselamatan dan keamanan orang Amerika.
"Jika ada keputusan untuk mengubah sikap kami sehubungan dengan diplomat Amerika dan keluarga mereka, warga Amerika seharusnya tidak mengantisipasi bahwa akan ada evakuasi yang disponsori pemerintah AS. Saat ini, penerbangan komersial tersedia untuk mendukung keberangkatan," kata juru bicara itu.
Simak juga 'Rusia, Iran, China Latihan Perang di Samudra Hindia':
Rusia Dituding Inggris Ingin Ganti Pemerintahan Pro-Moskow di Ukraina
Seperti dilansir Associated Press, Minggu (23/1/2022) Rusia mendapatkan tudingan keras dari Inggris soal ancaman serangannya ke Ukraina. Rusia dinilai berusaha untuk menggantikan pemerintah Ukraina dengan pemerintahan pro-Moskow.
Calon potensial yang disebut sedang dipertimbangkan memimpin Ukraina adalah Mantan anggota parlemen Yevheniy Murayev. Diketahui Murayev adalah Kepala Partai kecil pro-Rusia Nashi, yang saat ini tidak memiliki kursi di parlemen Ukraina.
Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris juga menyebut beberapa politisi Ukraina lainnya memiliki hubungan dengan dinas intelijen Rusia.
Tudingan yang dilayangkan Inggris diklaim berdasarkan penilaian intelijen. Namun pihaknya tidak memberikan bukti dukungan soal tudingan tersebut.
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan informasi itu "menyoroti sejauh mana aktivitas Rusia yang dirancang untuk menumbangkan Ukraina, dan merupakan wawasan tentang pemikiran Kremlin."
Truss mendesak Rusia untuk "mengurangi eskalasi, mengakhiri kampanye agresi dan disinformasi, dan mengejar jalur diplomasi," dan menegaskan kembali pandangan Inggris bahwa "setiap serangan militer Rusia ke Ukraina akan menjadi kesalahan strategis besar-besaran dengan biaya besar."
Kepala AL Jerman Mundur Usai Minta Barat Hormati Putin
Seperti dilansir BBC dan Reuters, Minggu (23/1/2022) Kepala Angkatan Laut Jerman Kay-Achim SchΓΆnbach mengundurkan diri dari jabatannya usai membuat komentar kontroversial yang meminta negara-negara Barat menghormati Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia juga berkomentar soal ancaman Rusia.
Kontroversi bermula dari publikasi media sosial ketika dilangsungkan diskusi think-tank di India pada hari Jumat (21/1). Dalam video tersebut, SchΓΆnbach mengatakan Putin Barat perlu diperlakukan sama. Dia mengatakan Putin pantas dihormati oleh Barat.
"Sangat mudah untuk memberinya rasa hormat yang benar-benar dia tuntut - dan mungkin juga pantas mendapatkannya," katanya seraya menyebut Rusia sebagai negara penting.
Dia menambahkan bahwa semenanjung Krimea, yang dicaplok Rusia pada 2014, "hilang dan tidak akan bisa direbut kembali" oleh Ukraina. Pernyataan tersebut bertentangan dengan kesepakatan negara-negara Barat bahwa pencaplokan Rusia terhadap Semenanjung Krimea tidak dapat diterima dan harus dikembalikan.
Pernyataan SchΓΆnbach itu dikecam oleh Kementerian Pertahanan Jerman. Disebutkan komentar itu tak mencerminkan sikap Jerman.
Atas ucapannya itu, SchΓΆnbach menyampaikan pengunduran dirinya pada Sabtu (22/1) waktu setempat. Dia mengundurkan diri dari jabatannya "dengan segera" untuk "mencegah kerusakan lebih lanjut".
"Saya telah meminta Menteri Pertahanan Christine Lambrecht membebaskan saya dari tugas sesegera mungkin. Menteri telah menerima permintaan saya," katanya.
Dia juga meminta maaf atas komentarnya tersebut.
"Pernyataan gegabah saya di India, semakin membebani kantor saya. Saya menganggap langkah ini diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada Angkatan Laut Jerman, pasukan Jerman dan khususnya republik Federal Jerman," imbuhnya.
Menanggapi komentar SchΓΆnbach, Kementerian Luar Negeri Ukraina menggambarkannya sebagai hal yang "sangat tidak dapat diterima".
Kementerian Luar Negeri Ukraina telah meminta Jerman untuk secara terbuka menolak komentar Kepala Angkatan Laut itu. Dalam sebuah pernyataan, Ukraina mengatakan komentar Schoenbach dapat mengganggu upaya Barat untuk meredakan situasi.
"Ukraina berterima kasih kepada Jerman atas dukungan yang telah diberikannya sejak 2014, serta atas upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik bersenjata Rusia-Ukraina. Tetapi pernyataan Jerman saat ini mengecewakan dan bertentangan dengan dukungan dan upaya itu," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba dalam sebuah Tweet.