Presiden Iran Ebrahim Raisi mengancam akan membalas dendam terhadap mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, kecuali jika Trump diadili terkait pembunuhan jenderal top Iran, Qassem Soleimani. Hal itu disampaikan Raisi saat Iran memperingati dua tahun kematian sang jenderal.
Seperti dilansir AFP dan Reuters, Selasa (4/1/2022), Iran dan sekutu-sekutunya di Timur Tengah menggelar momen emosional untuk memperingati dua tahun kematian Soleimani dan seorang letnan Irak dalam pembunuhan lewat serangan drone AS di bandara Baghdad pada 3 Januari 2020.
Soleimani merupakan komandan Pasukan Quds, sayap operasional asing dari Garda Revolusi Iran, yang disebut terkait dengan kelompok-kelompok bersenjata di Irak, Lebanon, Palestina, Suriah dan Yaman. Serangan drone AS yang menewaskan Soleimani diperintahkan oleh Trump yang saat itu menjabat Presiden AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pidatonya saat peringatan dua tahun kematian Soleimani pada Senin (3/1) waktu setempat, Raisi menegaskan bahwa Trump harus diadili atas pembunuhan itu, atau Iran akan membalas dendam.
"Jika Trump dan (mantan Menteri Luar Negeri AS, Mike) Pompeo tidak diadili di pengadilan yang adil atas tindak kriminal pembunuhan Jenderal Soleimani, umat Muslim akan akan membalas dendam bagi martir kami," tegas Raisi dalam pidatonya.
"Agresor, pembunuh dan pelaku utama -- Presiden Amerika Serikat saat itu (Trump-red) -- harus diadili dan dihakimi di bawah hukum kisas, dan keputusan Tuhan harus dijatuhkan terhadapnya," imbuhnya.
"Jika tidak, saya akan memberitahu semua pemimpin AS bahwa tanpa diragukan tangan pembalasan akan muncul dari negara Muslim," ucap Raisi.
Jaksa Agung Iran, Mohammad Jafar Montazeri, menuturkan kepada televisi nasional setempat bahwa para pejabat kehakiman Iran telah berkomunikasi dengan otoritas berwenang dari sembilan negara setelah mengidentifikasi 127 tersangka dalam kasus pembunuhan Soleimani, termasuk 74 warga AS.
"Mantan presiden kriminal (Trump-red) ada di daftar teratas," ungkapnya.
Pada Minggu (2/1) waktu setempat, Iran mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam suratnya untuk meminta pertanggungjawaban AS dan Israel, yang disebut Iran juga terlibat pembunuhan Soleimani.
Beberapa hari usai pembunuhan Soleimani tahun 2020 lalu, AS menjelaskan kepada PBB bahwa pembunuhan itu merupakan pertahanan diri. Otoritas AS saat itu menyebut Soleimani tengah merencanakan serangan segera terhadap personel militer AS di Irak. Jaksa Agung AS saat itu, William Barr, menyatakan Trump jelas memiliki wewenang untuk membunuh Soleimani dan sang jenderal Iran merupakan 'target militer yang sah'.