Roket buatan Iran yang baru saja diluncurkan ke luar angkasa ternyata gagal menempatkan tiga muatan penelitian ke orbit yang ditetapkan. Otoritas Iran mengakui bahwa roket tersebut tidak mampu mencapai kecepatan yang diperlukan.
Seperti dilansir Reuters, Sabtu (1/1/2022), kegagalan itu diakui oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Iran, Ahmad Hosseini, dalam pernyataan yang disiarkan televisi nasional Iran pada Jumat (31/12) waktu setempat.
"Agar muatan itu memasuki orbit, roket perlu mencapai kecepatan di atas 7.600 (meter per detik). Kita mencapai 7.350 (meter per detik)," sebut Hosseini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat mengumumkan peluncuran itu pada Kamis (30/12) waktu setempat, Hosseini tidak menjelaskan lebih lanjut apakah tiga perangkat penelitian yang dipasang pada roket pembawa satelit, Simorgh, itu berhasil mencapai orbit di luar angkasa.
Namun, dia mengindikasikan bahwa peluncuran itu hanyalah uji coba sebelum upaya yang akan datang untuk meluncurkan satelit ke orbit.
Iran yang memiliki salah satu program rudal terbesar di Timur Tengah, telah beberapa kali gagal meluncurkan satelit dalam beberapa tahun terakhir karena masalah teknis.
Aktivitas peluncuran roket terbaru, yang dilakukan saat perundingan tidak langsung tengah digelar antara Iran dan Amerika Serikat (AS) untuk membangkitkan kesepakatan nuklir tahun 2015 itu, menuai kritikan dari AS, Jerman dan Prancis.
AS menyatakan kekhawatiran terhadap pengembangan kendaraan peluncuran luar angkasa Iran. Sementara Jerman menyerukan Iran untuk berhenti meluncurkan roket pembawa satelit ke luar angkasa dan memperingatkan bahwa itu berpotensi melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Prancis, pada Jumat (31/12) waktu setempat, menyebut peluncuran roket Iran itu telah melanggar aturan PBB dan 'bahkan lebih disesalkan' karena perundingan nuklir dengan negara-negara kekuatan dunia tengah mencapai kemajuan.
Otoritas Iran menyangkal tuduhan bahwa aktivitas luar angkasanya merupakan kedok untuk pengembangan rudal balistik dan menolak tuduhan bahwa itu melanggar resolusi PBB.