Aktivis anti-Apartheid Afrika Selatan, Desmond Tutu, meninggal dunia di usia 90 tahun. Dia dikenal sebagai sosok yang gencar melawan politik rasisme apartheid dan penerima hadiah Nobel Perdamaian.
Dikutip dari laman Yayasan Hadiah Nobel, Desmond Tutu lahir pada tahun 1931 di Klerksdorp, Transvaal. Ayahnya adalah seorang guru, dan dia sendiri dididik di SMA Johannesburg Bantu.
Setelah lulus sekolah ia berlatih pertama kali sebagai guru di Pretoria Bantu Normal College dan pada tahun 1954 ia lulus dari Universitas Afrika Selatan. Setelah tiga tahun sebagai guru sekolah menengah ia mulai belajar teologi, ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1960. Tahun 1962-66 dikhususkan untuk studi teologi lebih lanjut di Inggris yang mengarah ke Master of Theology.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari tahun 1967 hingga 1972 ia mengajar teologi di Afrika Selatan sebelum kembali ke Inggris selama tiga tahun sebagai asisten direktur institut teologi di London. Pada tahun 1975 ia diangkat menjadi Dekan Katedral St Mary di Johannesburg. Ia menjadi orang kulit hitam pertama yang memegang posisi itu. Dari tahun 1976 hingga 1978 ia adalah Uskup Lesotho, dan pada 1978 menjadi Sekretaris Jenderal kulit hitam pertama Dewan Gereja Afrika Selatan. Tutu adalah doktor kehormatan dari sejumlah universitas terkemuka di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman.
Desmond Tutu dikenal luas oleh masyarakat dunia karena merumuskan tujuannya soal 'masyarakat yang demokratis dan adil tanpa perpecahan ras' dan telah mengajukan poin-poin berikut sebagai tuntutan minimum:
1. hak sipil yang sama untuk semua
2. penghapusan undang-undang paspor Afrika Selatan
3. sistem pendidikan bersama
4. penghentian deportasi paksa dari Afrika Selatan
Lihat juga video 'Aktivis di Afghanistan Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal':
Ia dikenal begitu gencar melawan apartheid, sistem pembedaan hukum sosial berdasarkan warna kulit. Dia adalah sosok yang menciptakan dan mempopulerkan istilah "Bangsa Pelangi" untuk menggambarkan Afrika Selatan ketika Nelson Mandela menjadi presiden kulit hitam pertama di negara itu.
Berkat perjuangannya ini, ia diganjar Hadiah Nobel Perdamaian padat tahun 1984. Diangkat menjadi Uskup Agung pada tahun 1986, ia menggunakan posisinya untuk mengadvokasi sanksi internasional terhadap apartheid, dan kemudian melobi hak-hak secara global.
Pada 1997, Desmond Tutu didiagnosis menderita kanker prostat dan harus menjalani perawatan.
Pada Mei 2021 lalu, Tutu muncul kembali di depan publik saat menerima vaksin Covid-19. Dia terlihat di luar Rumah Sakit dengan kursi roda sambil melambai tanpa sepatah kata pun.
Tutu Wafat
Pejuang anti rasisme ini kini telah pergi. Kabar itu disampaikan oleh Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa.
"Meninggalnya Uskup Agung Emeritus Desmond Tutu adalah babak lain dari duka dalam perpisahan bangsa kita dengan generasi Afrika Selatan yang luar biasa, yang telah mewariskan kepada kita Afrika Selatan yang telah dibebaskan," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir AFP dan BBC, Minggu (26/12/2021).
Presiden Ramaphosa mengatakan Tutu adalah "seorang pemimpin spiritual ikonik, aktivis anti-apartheid dan juru kampanye hak asasi manusia global".
Dia menggambarkannya sebagai "seorang patriot tanpa tandingan; seorang pemimpin berprinsip dan pragmatis yang memberi makna pada wawasan alkitabiah bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati."
"Seorang pria dengan kecerdasan luar biasa, integritas dan tak terkalahkan melawan kekuatan apartheid, dia juga lembut dan rentan dalam belas kasihnya bagi mereka yang telah menderita penindasan, ketidakadilan dan kekerasan di bawah apartheid, dan orang-orang yang tertindas dan tertindas di seluruh dunia." imbuhnya.
Kematian Tutu terjadi hanya beberapa minggu setelah presiden kulit putih terakhir Afrika Selatan, FW de Clerk, meninggal dunia pada usia 85 tahun.