Lieber dijerat dakwaan sejak Januari 2020 sebagai bagian dari operasi 'China Initiative' di bawah Departemen Kehakiman AS, yang diluncurkan oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump untuk menangkal dugaan spionase ekonomi dan pencurian penelitian oleh China di AS.
Pemerintahan Presiden Joe Biden melanjutkan operasi tersebut, meskipun Departemen Kehakiman menyatakan pihaknya tengah mengkaji ulang pendekatannya. Para pengkritik menyebut operasi tersebut merugikan penelitian akademis, sama saja melakukan racially profile terhadap para peneliti China dan menteror sejumlah ilmuwan.
Dalam dakwaan, jaksa menuduh Lieber berbohong soal perannya dalam Thousand Talents Program saat ditanyai dalam penyelidikan oleh Departemen Pertahanan AS dan Institut Kesehatan Nasional AS, yang telah memberikan hibah penelitian sebesar US$ 15 juta (sekitar Rp 213,9 miliar) terhadapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditanyai oleh sejumlah agen FBI usai ditangkap, Lieber menyebut dirinya 'masih muda dan bodoh' ketika menyetujui untuk bergabung dengan Universitas Teknologi Wuhan dan saat itu meyakini kolaborasinya akan membantu meningkatkan pengakuan untuk dirinya sendiri.
Universitas Teknologi Wuhan, sebut jaksa, sepakat membayar Lieber sebesar US$ 50 ribu (Rp 713,2 juta) per bulan, ditambah biaya hidup sebesar US$ 158 ribu (Rp 2,2 miliar). Lieber dibayar secara tunai dan melalui deposito ke sebuah rekening bank China miliknya.
Kepada agen-agen FBI, Lieber mengaku dirinya dibayar antara US$ 50 ribu hingga US$ 100 ribu secara tunai dan bahwa rekening banknya pada suatu waktu pernah memiliki saldo hingga US$ 200 ribu.
Namun disebutkan jaksa bahwa Lieber tidak melaporkan gajinya itu dalam laporan pajak pendapatan tahun 2013 dan 2014, dan selama dua tahun dia tidak melaporkan rekening bank China yang dimilikinya itu.
(nvc/idh)