Bohong Soal Hubungan dengan China, Profesor Harvard Diadili di AS

Bohong Soal Hubungan dengan China, Profesor Harvard Diadili di AS

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 22 Des 2021 17:36 WIB
Harvard University professor Charles Lieber leaves federal court, Tuesday, Dec. 14, 2021, in Boston. Lieber is charged with hiding his ties to a Chinese-run recruitment program. His trial is the latest bellwether in the U.S. Justice Departments controversial effort to crackdown on economic espionage by China. (AP Photo/Michael Dwyer)
Charles Lieber (AP Photo/Michael Dwyer)
Washington DC -

Seorang profesor pada Universitas Harvard yang terkemuka di Amerika Serikat (AS) dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena berbohong soal hubungannya dengan program rekrutmen pemerintah China. Persidangan kasus ini merupakan bagian dari penindakan tegas AS terhadap pengaruh China di wilayahnya.

Seperti dilansir Reuters, Rabu (22/12/2021), juri pengadilan federal di Boston, AS, menyatakan Charles Lieber (62) bersalah telah memberikan keterangan palsu kepada otoritas federal, menyerahkan laporan pajak palsu dan menyembunyikan sebuah rekening bank China.

Lieber merupakan seorang profesor nanoscientist terkemuka dan mantan kepala departemen kimia pada Universitas Harvard.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Disebutkan jaksa dalam dakwaannya bahwa Lieber, dalam upayanya meraih Nobel, menyetujui untuk menjadi 'ilmuwan strategis' bagi Universitas Teknologi Wuhan di China tahun 2011 lalu. Dia juga berpartisipasi dalam program rekrutmen pemerintah China yang bernama 'Thousand Talents Program'.

Jaksa menyebut otoritas China memanfaatkan program itu untuk merekrut para peneliti asing untuk berbagi pengetahuan dengan negara tersebut. Partisipasi dalam program semacam itu bukan tindak kriminal, namun jaksa mendakwa Lieber telah berbohong kepada otoritas AS yang bertanya soal keterlibatannya.

ADVERTISEMENT

Pengacara yang membela Lieber, Marc Mukasey, menuduh jaksa menggunakan bukti yang 'dirusak', tidak memiliki dokumen penting yang cukup untuk mendukung tuduhan mereka dan terlalu bergantung pada wawancara FBI yang 'membingungkan' usai kliennya ditangkap.

Lieber yang sedang berjuang melawan penyakit kanker, terduduk tanpa emosi saat putusan bersalah dijatuhkan setelah sidang berlangsung selama enam hari.

"Kami menghormati putusannya dan akan melanjutkan perjuangan," cetus Mukasey mewakili kliennya.

Lieber dijerat dakwaan sejak Januari 2020 sebagai bagian dari operasi 'China Initiative' di bawah Departemen Kehakiman AS, yang diluncurkan oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump untuk menangkal dugaan spionase ekonomi dan pencurian penelitian oleh China di AS.

Pemerintahan Presiden Joe Biden melanjutkan operasi tersebut, meskipun Departemen Kehakiman menyatakan pihaknya tengah mengkaji ulang pendekatannya. Para pengkritik menyebut operasi tersebut merugikan penelitian akademis, sama saja melakukan racially profile terhadap para peneliti China dan menteror sejumlah ilmuwan.

Dalam dakwaan, jaksa menuduh Lieber berbohong soal perannya dalam Thousand Talents Program saat ditanyai dalam penyelidikan oleh Departemen Pertahanan AS dan Institut Kesehatan Nasional AS, yang telah memberikan hibah penelitian sebesar US$ 15 juta (sekitar Rp 213,9 miliar) terhadapnya.

Saat ditanyai oleh sejumlah agen FBI usai ditangkap, Lieber menyebut dirinya 'masih muda dan bodoh' ketika menyetujui untuk bergabung dengan Universitas Teknologi Wuhan dan saat itu meyakini kolaborasinya akan membantu meningkatkan pengakuan untuk dirinya sendiri.

Universitas Teknologi Wuhan, sebut jaksa, sepakat membayar Lieber sebesar US$ 50 ribu (Rp 713,2 juta) per bulan, ditambah biaya hidup sebesar US$ 158 ribu (Rp 2,2 miliar). Lieber dibayar secara tunai dan melalui deposito ke sebuah rekening bank China miliknya.

Kepada agen-agen FBI, Lieber mengaku dirinya dibayar antara US$ 50 ribu hingga US$ 100 ribu secara tunai dan bahwa rekening banknya pada suatu waktu pernah memiliki saldo hingga US$ 200 ribu.

Namun disebutkan jaksa bahwa Lieber tidak melaporkan gajinya itu dalam laporan pajak pendapatan tahun 2013 dan 2014, dan selama dua tahun dia tidak melaporkan rekening bank China yang dimilikinya itu.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads