Otoritas Thailand memulangkan lebih dari 600 pengungsi Myanmar yang kabur saat pertempuran pecah antara militer dan pemberontak etnis di dekat perbatasan. Pemulangan ratusan pengungsi Myanmar itu tetap dilakukan meskipun pertempuran masih berlanjut.
Seperti dilansir Reuters, Senin (20/12/2021), sejumlah pengungsi Myanmar yang berhasil mencapai wilayah Provinsi Tak, Thailand bagian barat laut, menuturkan kepada Reuters sebelum mereka kembali ke perbatasan pada Minggu (19/12) pagi waktu setempat, bahwa mereka pulang dengan sukarela.
Beberapa reporter Reuters melihat puluhan pengungsi yang ditampung di sekolah lokal di sisi perbatasan Thailand menaiki tiga truk untuk dipulangkan ke Myanmar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kabur dari Mae Htaw Talay. Ada artileri jatuh ke lingkungan saya. Saya berjalan menyeberangi air ke sisi ini (Thailand-red)," tutur salah satu pengungsi yang enggan disebut namanya sambil berdiri di dalam truk yang hendak membawanya pulang ke Myanmar.
Pada Minggu (19/12) sore waktu setempat, sejumlah reporter Reuters di sisi perbatasan Thailand mendengar suara baku tembak terus-menerus.
Gubernur Provinsi Tak, Somchai Kitcharoenrungroj, menuturkan kepada Reuters bahwa: "Lebih banyak orang yang bersedia kembali karena mereka khawatir soal properti mereka di sana."
Disebutkan Kitcharoenrungorj bahwa sedikitnya 623 pengungsi Myanmar telah dipulangkan dan sekitar 2.094 pengungsi Myanmar lainnya masih berada di sisi perbatasan Thailand. Dia menambahkan bahwa semua pengungsi Myanmar akan dipulangkan jika mereka bersedia kembali.
Secara terpisah, Wakil Direktur Human Rights Watch (HRW) untuk Asia, Phil Robertson, mendesak otoritas Thailand untuk tidak terburu-buru memulangkan para pengungsi Myanmar.
"Semua orang tahu bahwa militer Myanmar secara sengaja menargetkan warga sipil dengan kekuatan mematikan saat mereka turun ke lapangan, jadi tidak berlebihan untuk menyebut para pengungsi ini benar-benar melarikan diri untuk menyelamatkan hidup mereka," sebut Robertson.
Junta militer Myanmar belum memberikan komentar resminya. Namun militer Myanmar menyangkal telah menargetkan warga sipil dalam operasinya.
Myanmar dilanda kekacauan sejak militer menumbangkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada 1 Februari lalu. Kudeta militer itu memicu aksi protes dan bentrokan sporadis di pinggiran Myanmar antara milisi anti-junta dengan militer.
Bentrokan terbaru pecah pekan lalu antara Persatuan Nasional Karen (KNU), kelompok pemberontak tertua di Myanmar, dengan militer Myanmar, yang memaksa ribuan orang dari wilayah Karen melarikan diri. Beberapa dari mereka memiliki menyeberangi sungai di perbatasan Myanmar dan Thailand dengan perahu, namun yang lain nekat menembus air setinggi dada sambil menggendong anak-anak mereka.