Otoritas Israel membekukan rencana pembangunan permukiman Yahudi besar yang kontroversial di sebuah bandara tak terpakai yang ada di Yerusalem Timur. Keputusan ini diambil setelah Amerika Serikat (AS), sekutu dekat Israel, menolak keras proyek permukiman Yahudi bernama Atarot tersebut.
Seperti dilansir Associated Press, Selasa (7/12/2021), proyek permukiman Atarot itu mencakup pembangunan 9.000 unit rumah yang dipasarkan untuk warga ultra-Ortodoks Yahudi. Proyek itu berlokasi di area terbuka sebelah tiga komunitas Palestina yang padat penduduk, salah satunya di belakang pembatas Israel yang kontroversial.
Komisi perencanaan pada otoritas kota Yerusalem menyatakan pihaknya terkesan dengan proyek tersebut, namun juga menyatakan bahwa survei dampak lingkungan harus dilakukan terlebih dulu sebelum izin pembangunan diberikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Wali Kota setempat, Fleur Hassan-Nahoum, menyatakan bahwa prosesnya diperkirakan memakan waktu sekitar setahun.
Kelompok anti-permukiman, Peace Now, meluncurkan kampanye publik menentang rencana pembangunan itu dengan mengutip usulan lokasi yang dinilai bermasalah.
"Mari berharap mereka menggunakan waktu ini untuk memahami betapa tidak logisnya rencana ini bagi pembangunan Yerusalem dan seberapa besar hal itu merusak peluang perdamaian," sebut salah satu peneliti Peace Now, Hagit Ofran.
Pada Senin (6/12) waktu setempat, Menteri Luar Negeri Israel, Yair Lapid, mengindikasikan pemerintah Israel tidak terburu-buru menyetujui rencana pembangunan itu. Lapid menyatakan rencana itu membutuhkan persetujuan pemerintah nasional, dengan 'konsensus penuh' dari berbagai partai dalam koalisi pemerintahan.
"Ini akan ditangani di tingkat nasional dan kita tahu bagaimana menghadapinya. Ini merupakan sebuah proses dan akan memastikan itu tidak akan berubah menjadi konflik dengan pemerintahan (AS)," ucapnya.
Israel menduduki Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967 silam dan mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak diakui secara internasional. Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota untuk negara mereka di masa depan, yang mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Israel memandang semua wilayah Yerusalem sebagai ibu kota yang bersatu dan menyatakan perlu membangun permukiman untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertumbuh.
Palestina memandang perluasan permukiman Israel sebagai pelanggaran hukum internasional dan hambatan bagi perdamaian, posisi yang didukung internasional. Proyek Atarot dianggap sangat merusak karena membentang di jantung pusat populasi Palestina.
Pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, berulang kali mengkritik pembangunan permukiman Israel, dengan menyebutnya menghambat dimulainya kembali proses perdamaian, tetapi Israel terus melanjutkan rencana pembangunan permukiman itu.
Saat ini, lebih dari 200 ribu pemukim Israel tinggal di Yerusalem Timur dan nyaris 500 ribu lainnya tinggal di berbagai permukiman Yahudi yang menyebar di wilayah Tepi Barat.