Sebelas tahun setelah bencana tambang di Selandia Baru merenggut 29 nyawa, para penyelidik pada hari Rabu (17/11) mengatakan mereka telah menemukan sisa-sisa jasad setidaknya dua korban. Namun, disebutkan bahwa tidak mungkin untuk melakukan operasi pengambilan jasad.
Seperti diberitakan kantor berita AFP, Rabu (17/11/2021), bencana Tambang Sungai Pike 2010 adalah salah satu kecelakaan industri terburuk di Selandia Baru, yang menggegerkan negara tersebut dan mendorong beberapa upaya pemulihan dan penyelidikan kriminal.
Bencana tersebut diyakini disebabkan oleh ledakan yang dipicu oleh penumpukan metana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya dua dari 31 penambang pada shift sore saat itu yang berhasil keluar dari terowongan.
Runtuhnya terowongan tersebut telah mengakhiri upaya untuk menemukan jasad-jasad atau mendapatkan lebih banyak bukti tentang bencana tersebut.
Tetapi dengan menggali lubang bor, polisi mengatakan mereka kini dapat melihat dua sisa-sisa kerangka manusia dan kemungkinan yang ketiga.
"Pada titik ini, kami belum dapat mengidentifikasi jenazah, namun kami akan berkonsultasi dengan ahli forensik," kata Inspektur Detektif Peter Read, seraya menambahkan bahwa karena lokasinya, polisi tidak akan dapat menemukan mayat-mayat itu.
"Berdasarkan penyelidikan kami, kami yakin ada enam hingga delapan pria yang bekerja di daerah di mana jenazah itu ditemukan," imbuhnya.
Andrew Little, menteri yang bertanggung jawab atas operasi pencarian, mengatakan bahwa "tidak mungkin mereka akan dipindahkan... Saya tahu beberapa keluarga ingin melangkah lebih jauh tetapi itu tidak mungkin."
Keluarga korban mengatakan mereka berharap penemuan itu akan membantu upaya penuntutan.
"Kami telah berjuang keras selama bertahun-tahun untuk mendapatkan keadilan bagi anak laki-laki kami, dan ini adalah bagian dari itu terjadi," kata Rowdy Durbridge, yang putranya Daniel tewas dalam ledakan itu.
Anna Osborne, yang suaminya termasuk di antara 29 penambang yang tewas, mengatakan "apa yang telah kita lihat mulai memberikan kejelasan nyata tentang apa yang terjadi di sana."
Keluarga orang-orang yang terperangkap dan terbunuh di tambang itu berjuang melawan pihak berwenang selama beberapa tahun untuk menemukan jasad-jasad itu.
Pada tahun 2017, pemerintah Selandia Baru setuju untuk mendanai operasi pencarian, tetapi operasi dihentikan pada bulan Maret tahun ini. Pemerintah menyatakan operasi telah berjalan sejauh 2,2 kilometer (sekitar 1,5 mil) dari pintu masuk tanpa hasil dan terlalu sulit dan terlalu mahal untuk melangkah lebih jauh.