Taiwan menyebut China berupaya mengambil alih wilayahnya dengan melemahkan kemampuan militer dan mempengaruhi opini publik, sembari menghindari konflik militer habis-habisan yang kemungkinan bisa menyeret Amerika Serikat (AS).
Seperti dilansir Associated Press, Selasa (9/11/2021), Kementerian Pertahanan Taiwan dalam laporan dua tahunannya menyebut China mengerahkan taktik 'zona abu-abu' untuk meningkatkan tekanan terhadap Taiwan, yang diklaim China sebagai bagian wilayahnya.
China diketahui meningkatkan ancamannya untuk menggunakan kekerasan terhadap Taiwan, dengan menggelar latihan militer dan mengirimkan pesawat-pesawat tempurnya ke dekat wilayah Taiwan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat peringatan Hari Nasional pada awal Oktober lalu, China mengerahkan 149 pesawat militer ke wilayah barat daya Taiwan dalam formasi serangan kelompok. Aktivitas China itu membuat Taiwan harus mengerahkan jet-jet tempurnya untuk mencegat pesawat China dan mengaktifkan sistem rudal pertahanan udara sebagai antisipasi.
Laporan Kementerian Pertahanan Taiwan menyebut hal itu mencerminkan upaya China untuk melemahkan Angkatan Udara Taiwan dengan membuatnya terbebani dan lama-kelamaan menjadi aus karena terus-terusan merespons pengerahan militer China.
Disebutkan laporan tersebut bahwa strategi China juga mencakup perang siber, propaganda dan kampanye untuk mengisolasi Taiwan secara internasional, demi membuatnya menerima persyaratan China tanpa terlibat tembak-tembakan dalam perang.
China dan Taiwan berpisah saat perang sipil tahun 1949 silam. Meski AS memutuskan hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan tahun 1979 demi mengakui Beijing, AS berkomitmen secara hukum untuk memastikan Taiwan bisa mempertahankan diri dan menangani ancaman terhadap Taiwan sebagai masalah serius.
Saat ditanya baru-baru ini dalam forum town hall CNN soal apakah AS akan membela jika Taiwan diserang, Presiden AS Joe Biden menjawab: "Iya, kami memiliki komitmen untuk melakukan itu,"
Komentar Biden yang memicu kritikan China itu langsung diklarifikasi oleh para pejabat AS yang menegaskan tidak ada perubahan dalam posisi AS terhadap Taiwan. Diketahui bahwa AS memiliki kebijakan 'ambiguitas strategis' sejak lama, yang menyatakan negara itu akan membantu membangun pertahanan Taiwan, tapi tidak secara eksplisit berjanji untuk secara langsung membela Taiwan saat perang terjadi.
Sementara itu, meskipun Taiwan bergantung pada AS untuk perlengkapan militer, Presiden Tsai Ing-wen mendorong revitalisasi industri pertahanan domestik. Salah satunya dengan memproduksi kapal selam konvensional buatan dalam negeri.