Para peneliti memperingatkan jika manusia berhasil menghentikan pemanasan global dan membatasi kenaikan suhu global 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri, permukaan air laut tetap mengalami kenaikan selama beberapa abad ke depan dan menggenangi kota-kota yang menjadi tempat tinggal setengah miliar orang.
Seperti dikutip dari AFP, Sabtu (6/11/2021), laporan para peneliti dalam Environmental Research Letters menyebutkan bahwa jika suhu global dunia naik 2 derajat Celsius sekalipun, sekitar 200 juta penduduk perkotaan lainnya akan mendapati tempat tinggal mereka terendam air laut hingga setinggi lutut. Wilayah mereka juga akan lebih rentan dilanda badai yang menghancurkan.
Situasi terburuk seperti disebutkan dalam laporan para peneliti itu diperkirakan berpotensi terjadi kawasan Asia, yang menjadi lokasi dari sembilan kota besar yang berisiko tinggi. Para peneliti dari Princeton University dan Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman juga berkontribusi pada laporan ini.
Disebutkan bahwa daratan yang menjadi rumah bagi separuh total populasi Bangladesh dan Vietnam diprediksi akan berada di bawah garis pasang tinggi untuk jangka panjang, bahkan saat suhu global naik 2 derajat Celsius. Area-area dengan pembangunan pesat di China, India dan Indonesia juga diprediksi akan menghadapi kehancuran.
Sebagian besar proyeksi kenaikan permukaan laut dan ancaman yang ditimbulkan pada kota-kota tepi pantai akan berlangsung hingga akhir abad ini. Kenaikan permukaan laut diperkirakan mencapai setengah meter hingga kurang dari dua kali lipat dari itu, bergantung pada seberapa cepat polusi karbon berkurang.
Namun, menurut laporan para peneliti itu, lautan akan terus meluas selama ratusan tahun setelah tahun 2100 -- dipicu oleh lapisan es yang mencair, panas yang terjebak di lautan dan dinamika air yang menghangat -- tidak peduli seberapa agresifnya emisi gas kaca diturunkan.
"Sekitar lima persen dari total populasi dunia saat ini tinggal di daratan yang ada di bawah level air pasang yang diperkirakan akan naik berdasarkan karbon dioksida yang ditambahkan oleh aktivitas manusia ke dalam atmosfer," sebut CEO dan kepala peneliti Climate Central, Ben Strauss, yang memimpin penyusunan laporan Environmental Research Letters ini, dalam pernyataan kepada AFP.
Simak juga 'Suhu Makin Panas, Gurun Pasir di Rusia Bertambah Luas':
(nvc/haf)