Benalla diketahui bekerja sebagai pengawal untuk Macron sejak tahun 2016 dan dipromosikan ke peran keamanan senior setelah Macron menang pemilu Prancis pada Mei 2017. Dia kemudian menjadi orang kepercayaan dan tangan kanan yang terlihat mendampingi Macron dalam berbagai kesempatan.
Setelah skandal mencuat, Benalla juga mengakui dirinya membawa senjata api saat mendampingi Macron, meskipun dia hanya mendapat izin untuk membawa senjata api dalam lingkungan kantor partai yang menaungi Macron.
Para penyidik Prancis juga mendapati bahwa Benalla menggunakan paspor diplomatik miliknya saat berkunjung ke Afrika dan Israel untuk menjalin bisnis. Dia juga dinyatakan bersalah menggunakan dokumen palsu untuk mendapatkan paspor.
Dalam putusannya, hakim Isabelle Prevost-Desprez, menyatakan Benalla tampak meyakini dirinya bisa melakukan apapun dengan 'kekebalan hukum' dan 'merasa sangat berkuasa' saat dan setelah bekerja untuk Macron.
"Anda diberi kekuatan tertentu, yang berkaitan dengan pekerjaan Anda, dan berasumsi karena Anda dekat dengan Presiden. Anda mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepada Anda melalui penunjukan ini," sebut hakim Prevost- Desprez.
Pemerintah Macron lolos dari dua mosi tidak percaya di parlemen Prancis menyusul skandal Benalla ini. Namun panel investigatif Senat Prancis yang menanyai para penasihat dan ajudan utama Macron menemukan 'kelemahan besar' dalam penanganan masalah itu oleh pemerintahan Macron.
(nvc/haf)