Pemerintahan Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan mengumumkan larangan menggunakan mata uang asing. Larangan ini berpotensi mengancam gangguan lebih lanjut terhadap perekonomian Afghanistan yang sudah terpuruk.
Seperti dilansir AFP, Rabu (3/11/2021), sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada pertengahan Agustus lalu, mata uang Afghanistan mengalami depresiasi atau penyusutan nilai dan dana cadangan negara itu dibekukan di luar negeri.
Dengan perekonomian terpuruk, bank-bank kehabisan uang tunai dan komunitas internasional sejauh ini menolak untuk mengakui pemerintahan baru Taliban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, banyak transaksi di dalam negeri yang dilakukan dengan mata uang dolar Amerika, dan di area-area dekat jalur perdagangan perbatasan bagian selatan, mata uang rupee Pakistan digunakan.
Dalam pernyataan terbarunya pada Selasa (2/11) waktu setempat, juru bicara Taliban, Zabiullah Mujahid, mengumumkan bahwa mulai sekarang, siapapun yang menggunakan mata uang asing untuk bisnis domestik akan diadili.
"Situasi ekonomi dan kepentingan nasional di negara ini membutuhkan agar semua warga Afghanistan menggunakan mata uang Afghanistan dalam setiap transaksi," tegas Mujahid dalam pernyataannya.
"Emirat Islam menginstruksikan semua warga, pemilik toko, pedagang, pengusaha dan masyarakat umum untuk selanjutnya melakukan semua transaksi dalam Afghani (mata uang Afghanistan-red) dan secara ketat menahan diri untuk menggunakan mata uang asing," imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintahan Taliban menyerukan pencairan dana cadangan miliaran dolar Amerika milik Bank Sentral Afghanistan yang disimpan di luar negeri dan kini dibekukan. Seruan ini disampaikan saat Afghanistan menghadapi krisis uang tunai dan kelaparan massal.
"Uang itu milik bangsa Afghanistan. Berikanlah uang kami," ucap juru bicara Kementerian Keuangan Taliban, Ahmad Wali Haqmal, kepada Reuters pada Jumat (29/10) lalu.
"Membekukan uang ini tidak etis dan bertentangan dengan semua hukum dan nilai internasional," cetusnya.
Afghanistan diketahui memarkir aset miliaran dolar Amerika di luar negeri yang disimpan di Bank Sentral AS dan beberapa bank sentral lainnya di Eropa. Namun dana itu dibekukan sejak Taliban menggulingkan pemerintahan yang didukung Barat pada Agustus lalu.