Kepolisian India menahan ratusan orang di wilayah Kashmir yang dikuasai otoritas India terkait penyelidikan rentetan pembunuhan oleh pemberontak. Dua korban pembunuhan di antaranya merupakan guru dari kelompok minoritas.
Seperti dilansir AFP, Senin (11/10/2021), ketegangan meningkat di wilayah mayoritas Muslim itu setelah India mencabut status semi-otonomi yang dipegang Kashmir pada Agustus 2019 lalu dan membuatnya berada di bawah pemerintahan secara langsung. Kashmir diketahui diperebutkan oleh India dan Pakistan yang bertetangga.
Sedikitnya tujuh warga sipil tewas ditembak dalam waktu enam hari sepekan lalu, yang memicu kemarahan publik di Kashmir dan seluruh negeri. Politikus dari semua elemen mengutuk pembunuhan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebutkan seorang pejabat kepolisian senior setempat kepada AFP bahwa nyaris 500 warga yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok keagamaan dan militan yang terlarang telah ditahan di berbagai wilayah Kashmir setelah insiden penembakan itu.
"Tidak ada hal yang tidak akan diungkap untuk menemukan para pembunuhnya," sebut pejabat senior itu.
Seorang pejabat tinggi intelijen anti-terorisme dikirim oleh New Delhi ke wilayah tersebut untuk memimpin penyelidikan.
Satuan tugas kontra-terorisme, Badan Investigasi Nasional, menginterogasi sekitar 40 guru di kota utama Srinagar pada Minggu (10/10) waktu setempat.
Dua orang di antaranya yang ditembak mati di Kashmir merupakan dua guru dari kelompok minoritas Sikh dan Hindu, yang ditembak oleh orang-orang bersenjata di sebuah sekolah yang dikelola pemerintah di Srinagar pada Kamis (7/10) lalu.
Satu kematian lainnya merupakan seorang pria yang ditembak mati oleh pasukan keamanan pada Kamis (7/10) lalu, ketika mobilnya menolak berhenti di pos pemeriksaan.
Ketiga kematian itu terjadi dua hari setelah tiga warga sipil lainnya tewas dalam penembakan terpisah di ruas jalan setempat dalam selang waktu 90 menit.
Kelompok militan baru bernama Front Perlawanan mengklaim bertanggungjawab atas kematian tersebut dan menuduh mereka yang tewas bekerja untuk "pasukan tentara bayaran dan antek penjajah". Pernyataan yang dikeluarkan dalam bahasa Inggris tersebut beredar di grup Whatsapp sehingga tidak dapat diverifikasi secara independen oleh AFP.
Pembunuhan tersebut memicu ketakutan di kalangan kelompok minoritas Kashmir, dengan laporan media lokal menyebut banyak warga berupaya melarikan diri dari wilayah tersebut.
Pada Sabtu (9/10) lalu, Human Rights Watch (HRW) menyerukan agar para tersangka serta pasukan keamanan India yang dituduh melakukan pelanggaran termasuk pelecehan, penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum untuk dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka.
"Etnis Kashmir terjebak dalam kekerasan tiada akhir dari serangan yang dilakukan militan dan pelanggaran oleh otoritas pemerintah dan pasukan keamanan," sebut Direktur HRW untuk Asia Selatan, Meenakshi Ganguly.
Kelompok pemberontak bertempur dengan tentara India selama lebih dari tiga dekade karena menuntut kemerdekaan untuk Kashmir atau penggabungan wilayah itu dengan Pakistan. Konflik tersebut telah merenggut puluhan ribu warga sipil, tentara maupun pemberontak.