Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjuk seorang pelapor khusus untuk Afghanistan yang akan menyelidiki tindak pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok Taliban dan pihak lainnya dalam konflik di negara itu. Penunjukan ini dilakukan seiring meningkatnya kekhawatiran dilanggarnya hak-hak sipil saat Taliban berkuasa.
Seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (8/10/2021), Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada Kamis (7/10) waktu setempat, meloloskan resolusi yang diusulkan Uni Eropa untuk memiliki Pelapor Khusus di lapangan pada Maret 2022. Langkah itu didukung para ahli PBB bidang analisis hukum, forensik dan hak-hak perempuan.
Dalam forum yang diikuti 47 negara anggota PBB, sebanyak 28 negara mendukung, 14 abstain dan lima menentang penunjukan Pelapor Khusus untuk Afghanistan itu. Diketahui bahwa China, Pakistan, Rusia, Eritrea dan Venezuela menentang resolusi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini merupakan langkah penting untuk memastikan pengawasan yang berkelanjutan, melalui seorang pakar yang berdedikasi dan independen, dan untuk membantu mencegah semakin buruknya situasi hak asasi manusia di Afghanistan," ucap Duta Besar Uni Eropa untuk PBB, Lotte Knudsen.
"Hak-hak perempuan dan anak perempuan menjadi perhatian khusus kami. Tindakan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan, dan pelanggaran hak-hak mereka, sangat mengkhawatirkan," tambahnya.
Amnesty Internasional (AI), organisasi non-pemerintah yang berfokus pada HAM, menyambut baik keputusan tersebut. Amnesty mengatakan mekanisme investigasi internasional yang independen dengan kemampuan mencatat dan mengumpulkan bukti sangat penting untuk menjamin keadilan.
Bulan lalu, 50 organisasi mendesak negara anggota PBB untuk membentuk misi pencari fakta atau mekanisme investigasi independen serupa untuk Afghanistan.
Pembunuhan yang dimaksud mencakup pembunuhan 11 anggota pasukan Afghanistan, yang berasal dari kelompok etnis Hazara di provinsi tengah Daykundi, setelah Taliban mengambilalih kekuasaan.
"Kami berharap dengan dukungan tambahan ini, mandat tersebut akan memberikan pengawasan dan investigasi yang efektif terhadap banyak kejahatan di bawah hukum internasional dan pelanggaran HAM yang dilakukan di Afghanistan," jelas Sekretaris Jenderal Amnesty Internasional, Agnes Callamard.
"Dengan begitu cepatnya situasi di lapangan berkembang, sangat penting bahwa pemegang mandat ditunjuk sesegera mungkin dan diberikan, pada waktu yang tepat, semua sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka," tambahnya.
Komisioner Tinggi PBB, Michelle Bachelet, memegang mandat dari Dewan HAM PBB untuk mengawasi situasi Afghanistan hingga Maret, ketika Pelapor Khusus dijadwalkan untuk mengambil alih.
Meskipun tidak ada pemerintahan yang mengakui kedaulatan Taliban, kerja sama dengan kelompok itu diakui secara luas. Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Filippo Grandi, menuturkan bulan lalu bahwa Taliban membuka diri untuk diskusi dan berkontribusi dalam isu HAM, termasuk hak perempuan dan minoritas.
Grandi meminta negara-negara di seluruh dunia ikut terlibat dengan pemerintahan sementara Taliban di Afghanistan atau mengambil risiko krisis kemanusiaan akibat runtuhnya negara.