Seorang diplomat ASEAN mengungkapkan bahwa negara-negara Asia Tenggara saat ini tengah membahas apakah akan mengecualikan pemimpin junta militer Myanmar dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN bulan ini. Hal ini dikarenakan minimnya kemajuan soal rencana untuk mengatasi gejolak dalam negeri setelah kudeta militer awal tahun ini.
ASEAN berada di bawah tekanan untuk mengatasi konflik di Myanmar usai kudeta yang dilakukan militer Myanmar dan tindakan keras junta terhadap para penentang kudeta.
Namun, negara-negara anggota ASEAN telah menyatakan kekecewaannya atas sikap junta militer Myanmar yang enggan mematuhi lima poin rencana penyelesaian kekacauan, yang telah disepakati dengan para pemimpin ASEAN pada April lalu. Itu termasuk mengizinkan utusan khusus ASEAN berkunjung ke Myanmar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didorong oleh kekecewaan itu, Malaysia dan negara-negara lain - dalam panggilan video para menteri luar negeri ASEAN pada Senin (5/1) - membahas kemungkinan untuk tidak mengundang pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, ke KTT ASEAN bulan ini.
"Saya dapat mengatakan bahwa kami sedang berdiskusi secara mendalam mengenai masalah ini," ujar Menteri Luar Negeri Kedua Brunei yang terpilih menjadi utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof.
"Penting untuk melihat kemajuan dalam konsensus lima poin," imbuhnya kepada wartawan di Bandar Seri Begawan, Brunei.
Dia menambahkan bahwa Myanmar telah menyetujui rencana lima poin tersebut dan sikap enggan yang ditunjukkan junta untuk patuh sama saja dengan 'mundur'.
Erywan siap untuk mengunjungi Myanmar dan sedang menunggu program dari junta militer terkait rencana perjalanannya dan orang-orang yang bisa ditemuinya.
Pekan lalu, juru bicara junta mengatakan akan "sulit" bagi utusan khusus ASEAN untuk berbicara dengan orang-orang yang tengah diadili. Itu jelas mengacu pada pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu Kyi, yang digulingkan dalam kudeta militer.