Panel hakim Pengadilan Turki (Turkey Tribunal) di Swiss mendengarkan kesaksian dua korban penyiksaan dan aktivis HAM. Salah satu korbannya mengaku dipaksa mengklaim diri sebagai anggota partai terlarang.
Seperti dikutip dari laman lembaga HAM, Stockholm Center for Freedom, Rabu (22/9/2021) Turkey Tribunal merupakan sebuah pengadilan internasional simbolis yang dipimpin masyarakat sipil. Pengadilan ini didirikan untuk mengadili pelanggaran HAM di Turki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan oleh Bünyamin Tekin, para hakim pertama kali mendengar kesaksian Mehmet Alp, seorang guru yang bekerja di sebuah sekolah pemerintah. Dia mengaku diculik oleh badan intelijen Turki MİT di Cizre pada 18 April 2015.
Alp dipaksa menandatangani pernyataan yang menuduhnya mendorong murid-muridnya untuk bergabung dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang. Dia mengatakan dia diancam di bawah todongan senjata untuk menandatangani sebuah dokumen.
Setelah insiden ini, Alp mengatakan dia tidak memberi tahu siapa pun karena takut. Dia dipenjara pada tahun 2016. Saat dia di penjara, kudeta terjadi di Turki pada 15 Juli 2016, yang secara dramatis mengubah iklim politik di negara itu. Pemerintah yang berkuasa melancarkan tindakan keras terhadap lawan politik dengan dalih perjuangan anti-kudeta.
Meskipun Alp berada di penjara pada saat kudeta berlangsung, dia didakwa terlibat dalam kudeta. Dia mengatakan dia mengalami penyiksaan yang menyebabkan pendarahan internal dan ditolak perawatan medisnya.
"Kami tidak hanya menyiksa Anda, kami juga menyiksa istri Anda dan anak-anak Anda akan berakhir di panti asuhan. Jadi jika Anda mencintai keluarga Anda, maka jangan beri tahu pengadilan bahwa Anda disiksa," kata Alp mengutip kata-kata para penyiksanya.
Alp dibebaskan oleh pengadilan sambil menunggu persidangan pada 2018, setelah itu ia melarikan diri ke Eropa untuk mencari suaka.
Selain Alp, ada Erhan Dogan. Dogan adalah seorang guru sejarah yang bekerja di sekolah yang berafiliasi dengan gerakan Gulen.
Dia menyatakan, pemerintahan di Ankara menuduh gerakan Gulen, sebuah kelompok berbasis agama yang diilhami oleh ulama Turki, Fethullah Gulen, berada di balik kudeta Turki yang gagal. Namun, gerakan tersebut menyangkal keterlibatan apapun dengan kudeta atau aktivitas lainnya.
Lihat juga video 'Turki Mulai Sekolah Tatap Muka di Tengah Kekhawatiran Orang Tua':
Dogan mengatakan dia ditahan 10 hari setelah kudeta gagal itu dan dibawa ke gym yang digunakan sebagai pusat penahanan setelah upaya kudeta oleh unit kontraterorisme (TEM) Departemen Kepolisian Ankara.
"Saya dipukuli, ditelanjangi dan dipukul dengan tongkat," kata Dogan.
Hakim Ketua Dr. Françoise Barones Tulkens bertanya apakah dia bisa menceritakan metode kekerasan lain yang dia alami selain pemukulan. Dogan mengatakan polisi juga melecehkannya.
Dogan mengatakan polisi meminta dia memberi mereka nama setidaknya 10 orang, dan menjanjikan akan dibebaskan jika dia melakukannya.
Dogan mengatakan ia juga melihat polisi membawa tiga wanita ditahan dengan tahanan lain.
Setelah Dogan, Eren Keskin, seorang pengacara dan aktivis HAM di Turki, bersaksi secara daring melalui panggilan video.
Keskin mengatakan masalah yang paling mendesak dalam hal penyiksaan adalah sulitnya mendokumentasikan penyiksaan.
Untuk diketahui, peradilan independen ini mengklaim telah memberikan kesempatan pada pemerintah Turki untuk melakukan pembelaan. Namun, pemerintah Turki tidak memakai haknya ini. Pengadilan ini akan mengumumkan putusannya juga akan dipublikasikan lewat situsnya.