Kementerian Perempuan Ditutup Taliban, Aktivis Afghanistan Gelar Demo

Kementerian Perempuan Ditutup Taliban, Aktivis Afghanistan Gelar Demo

Tim Detikcom - detikNews
Senin, 20 Sep 2021 14:28 WIB
Taliban fighters patrol as two Traffic policemen stand, left, in Kabul, Afghanistan, Thursday, Aug. 19, 2021. The Taliban celebrated Afghanistans Independence Day on Thursday by declaring they beat the United States, but challenges to their rule ranging from running a country severely short on cash and bureaucrats to potentially facing an armed opposition began to emerge. (AP Photo/Rahmat Gul)
Ilustrasi -- Petempur Taliban di Afghanistan (dok. AP/Rahmat Gul)
Kabul -

Puluhan aktivis wanita Afghanistan menggelar unjuk rasa di luar kantor Kementerian Urusan Perempuan di Kabul yang baru saja ditutup oleh Taliban yang kini berkuasa di negara tersebut. Taliban menggantinya dengan Kementerian Memajukan Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan atau yang dikenal sebagai 'polisi moral'.

Seperti dilansir Reuters, Senin (20/9/2021), para staf wanita pada kementerian tersebut menuturkan mereka berupaya kembali bekerja selama beberapa pekan setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada pertengahan bulan lalu. Namun mereka malah diminta untuk pulang ke rumah.

Papan nama di luar gedung itu yang tadinya menampilkan tulisan 'Kementerian Urusan Perempuan' telah diganti menjadi 'Kementerian Memajukan Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekitar dua lusin aktivis wanita menggelar aksi di luar gedung pada Minggu (19/9) waktu setempat untuk memprotes keputusan penutupan tersebut.

"Kementerian Urusan Perempuan harus diaktifkan kembali," cetus salah satu demonstran bernama Baseera Tawana.

ADVERTISEMENT

"Penghapusan perempuan berarti penghapusan kemanusiaan," imbuhnya.

Saat Taliban pertama berkuasa tahun 1996 hingga 2001 lalu, perempuan tidak diperbolehkan bersekolah dan wanita dilarang bekerja juga mendapatkan pendidikan.

Pada masa-masa itu, Kementerian Memajukan Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan dikenal sebagai polisi moral Taliban, yang menegakkan interpretasi syariah Islam kelompok radikal tersebut termasuk aturan berpakaian yang ketat dan eksekusi mati serta hukuman cambuk di depan umum.

Unjuk rasa para aktivis wanita ini digelar sehari setelah sejumlah anak perempuan kembali bersekolah -- khususnya sekolah dasar -- di kelas-kelas yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Namun siswi sekolah menengah cemas menanti tanpa kejelasan soal apakah mereka bisa melanjutkan pendidikan mereka.

"Anda tidak bisa menekan suara wanita-wanita Afghanistan dengan menjaga anak perempuan tetap di rumah dan membatasi mereka, juga dengan tidak mengizinkan mereka bersekolah. Wanita Afghanistan sekarang bukanlah wanita 26 tahun lalu," tegas seorang demonstran lainnya, Taranum Sayeedi.

Para petinggi Taliban sebelumnya menyatakan mereka tidak akan kembali pada kebijakan-kebijakan fundamentalis mereka, termasuk melarang anak perempuan bersekolah.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads