Kabar soal rencana Presiden Tunisia Kais Saied untuk mengubah konstitusi menjadi perhatian. Langkah Saied dilakukan beberapa bulan setelah Perdana Menteri (PM) Hichem Mechichi dipecat dan parlemen ditangguhkan.
detikcom merangkumkan sejumlah jejak Presiden Tunisia, mulai demonstrasi pembatasan COVID-19 yang memicu pemecatan PM hingga kini umumkan segera ubah konstitusi.
Protes Penanganan Pandemi COVID-19
Seperti dilansir DW, pada Juli lalu, ribuan demonstran di seluruh Tunisia menentang pembatasan COVID-19 dan memprotes kebijakan yang diambil partai berkuasa dan Perdana Menteri Hicham Mechichi. Massa berteriak "Keluar!" dan menyerukan pembubaran parlemen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan kantor berita AFP, polisi menangkap beberapa pengunjuk rasa dan menembakkan gas air mata ketika massa melemparkan batu.
Para pengunjuk rasa menyerbu kantor Partai Ennahda yang bersekutu dengan Mechichi. "Banyak orang tertipu oleh kemunafikan, pengkhianatan, dan perampokan hak-hak rakyat," kata Saied setelah kerusuhan.
"Saya memperingatkan siapa pun yang berpikir untuk menggunakan senjata ... dan siapa pun yang menembakkan peluru, angkatan bersenjata akan merespons dengan peluru," tambahnya.
Perdana Menteri Dipecat
Pada Minggu (25/7) Saied memecat Perdana Menteri Hicham Mechichi. Dirinya juga menyebut akan mengambil alih kekuasaan eksekutif "dengan bantuan" perdana menteri baru yang ditunjuk olehnya.
Parlemen Tunisia juga dibekukan selama 30 hari dan semua deputi ditangguhkan kekebalannya. Kais Saied mengaku langkahnya sudah benar dan diperbolehkan, mengaku pada Pasal 80 konstitusi Tunisia, yang disebutnya masuk dalam kasus 'bahaya yang segera terjadi'
"Konstitusi tidak mengizinkan pembubaran parlemen, tetapi mengizinkan pekerjaannya ditangguhkan," kata Saied.
Keputusan Saied pun disambut baik oleh ratusan warga Tunisia. Mereka turun ke jalan-jalan. Media lokal melaporkan sejumlah kendaraan militer mengepung gedung parlemen saat massa bersorak-sorai.
Sementara itu, kritik juga datang dari Ketua Parlemen Rached Ghannouchi dan menuduh presiden meluncurkan "kudeta terhadap revolusi dan konstitusi." Dalam sebuah video yang diposting oleh partainya, Ennahda, Ghannouchi meminta rakyat Tunisia untuk turun ke jalan menentang kudeta.
Saied pun menolak dituduh melakukan kudeta. Dia menekankan "membenci kediktatoran" dan bahwa "tidak ada yang perlu ditakuti" mengenai kebebasan dan hak di Tunisia.
Saied juga telah menyatakan akan menindak keras kasus korupsi. Ia juga menuduh 460 pengusaha melakukan penggelapan.
Simak juga 'Tunisia Bergejolak: PM Dipecat, Parlemen Dibekukan':
Kais Saied Umumkan Rencana Amandemen Konstitusi
Beberapa bulan berlalu, Saied mengumumkan rencana mengamandemen konstitusi dan membentuk sesegera mungkin membentuk pemerintahan baru. Hal itu dilakukannya setelah memilih "orang-orang dengan integritas paling tinggi". Meski begitu, Saied tak menjelaskan detail terkait kapan rencananya itu akan diwujudkan.
"Rakyat Tunisia menolak konstitusi," katanya, sambil menambahkan bahwa aturan tersebut tidak abadi.
"Kami bisa memperkenalkan amandemen," imbuhnya kepada dua stasiun TV, seperti dilansir AFP dan Al Jazeera, Minggu (12/9/2021).
Diketahui Saied terpilih sebagai Presiden Tunisia pada akhir 2019 lalu. Ahli teori hukum dan mantan profesor hukum tata negara tersebut juga mengklaim dirinya sebagai penafsir utama konstitusi.
Awal bulan September, para diplomat dari negara-negara G7 - Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan AS - meminta Saied mengembalikan Tunisia ke "tatanan konstitusional" dan mendesaknya untuk menyampaikan jalan yang jelas ke depan terkait masa depan negaranya.
Tunisia memang merupakan salah satu negara yang rentan terhadap gelonjak politik. Hal ini diperparah dengan krisis ekonomi dan pandemi COVID-19.