Sebuah analisis video menunjukkan Amerika Serikat (AS) mungkin keliru menargetkan seorang pekerja kemanusiaan dalam serangan terakhirnya di Afghanistan yang menewaskan 10 warga sipil. AS sebelumnya mengklaim serangan dronenya itu menargetkan militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Seperti dilansir AFP, Sabtu (11/9/2021), Pentagon menyatakan telah menggagalkan serangan terbaru yang direncanakan ISIS melalui serangan drone Reaper pada 29 Agustus lalu -- sehari sebelum AS mengakhiri misi dua dekade di Afghanistan dan usai serangan bom bunuh diri menewaskan ratusan orang di bandara Kabul.
Namun seorang warga Kabul bernama Aimal Ahmadi menuturkan kepada AFP bahwa serangan drone AS menewaskan 10 warga sipil, termasuk putrinya, keponakan, dan saudara laki-lakinya yang bernama Ezmarai Ahmadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dituturkan Aimal bahwa Ezmarai mengemudikan mobil yang terkena serangan drone AS setelah diparkir di dekat rumahnya pada saat itu.
Analisis rekaman video keamanan oleh media terkemuka AS, New York Times (NYT), menyebutkan bahwa militer AS mungkin melihat Ezmarai dan seorang koleganya memasukkan tabung-tabung air, yang langka setelah runtuhnya pemerintahan Afghanistan, dan mengambil laptop untuk bosnya.
Ezmarai merupakan seorang insinyur kelistrikan untuk kelompok kemanusiaan dan pelobi, Nutrition and Education International, yang berbasis di California, AS. Menurut kerabatnya, Ezmarai masuk ke dalam kelompok ribuan warga Afghanistan yang mengajukan permukiman kembali (resettlement) di AS.
Para pejabat AS menyebut ledakan lebih besar terjadi setelah serangan drone, yang menunjukkan adanya peledak di dalam kendaraan yang menjadi target.
Tonton juga Video: Menlu Retno Khawatir Afghanistan Jadi Tempat Teroris Berkembang Biak
Namun penyelidikan NYT menyatakan tidak ada bukti soal ledakan kedua, dengan hanya satu penyok terlihat di dekat gerbang rumah dan tidak ada tanda-tanda jelas untuk ledakan tambahan seperti dinding yang jebol.
Dituturkan Aimal kepada AFP sebelumnya bahwa 10 warga sipil tewas akibat serangan drone AS bulan lalu. Para pejabat AS mengakui jatuhnya tiga korban sipil, namun berargumen bahwa serangan drone itu berhasil mencegah serangan mematikan lainnya.
Mengomentari laporan NYT, juru bicara Pentagon, John Kirby, menyatakan bahwa Komando Pusat AS 'terus menilai' serangan drone itu, namun menegaskan 'tidak ada militer lainnya yang bekerja lebih keras daripada yang kami lakukan untuk mencegah korban sipil'.
"Seperti dikatakan Kepala (Mark) Milley, serangan itu didasarkan pada intelijen yang baik, dan kami masih meyakini bahwa itu mencegah ancaman segera terhadap bandara dan bagi para personel kami yang masih bertugas di bandara," tegas Kirby, merujuk pada jenderal top AS.
Dalam laporannya, NYT juga menekankan bahwa serangan roket keesokan paginya di Afghanistan yang diklaim oleh ISIS, dilancarkan dari sebuah mobil dengan merek yang sama -- Toyota Corolla -- seperti kendaraan milik Ezmarai yang menjadi target serangan drone AS.
Lebih dari 71.000 warga sipil Afghanistan dan Pakistan tewas secara langsung dalam perang yang diluncurkan AS sejak serangan 11 September 2001, dengan jumlah korban jiwa meningkat secara drastis setelah mantan Presiden Donald Trump melonggarkan aturan keterlibatan tahun 2017, menurut studi Brown University pada April lalu.