Bertabur Janji Manis Taliban bagi Para Perempuan Afghanistan

Round-Up

Bertabur Janji Manis Taliban bagi Para Perempuan Afghanistan

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 19 Agu 2021 07:07 WIB
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Afghanistan, Senin (29/1/2018). Jokowi disambut langsung oleh Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Begini suasana penyambutannya.
Perempuan Afghanistan diguyur hujan salju. (Reuters/Massoud Hossaini)
Kabul -

Sebelum digempur Amerika Serikat (AS) pada 2001, rezim Taliban disorot punya perlakuan buruk terhadap hak-hak kaum perempuan. Kini, Taliban balik lagi menguasai Afghanistan. Mereka menaburkan janji-janjir manis untuk para perempuan.

Dulu, Di bawah pemerintahan Taliban dari tahun 1996-2001, kaum perempuan tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa didampingi muhrimnya, serta diharuskan mengenakan burqa yang menutup wajah hingga ujung kaki.

Perempuan tidak diperbolehkan bekerja dan anak perempuan tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan setelah melewati usia 10 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Taliban runtuh pasca-2001, jumlah anak perempuan di pendidikan dasar naik sampai 50%, meskipun pada akhir sekolah menengah angkanya sekitar 20%.

Harapan hidup perempuan naik dari 57 menjadi 66 tahun. Angka-angkanya masih relatif buruk, tetapi sudah ada perbaikan. Namun sekarang hanya ada ketakutan bahwa angka-angka itu akan kembali turun.

ADVERTISEMENT
Wanita Afghanistan Main Ski untuk pertama kalinyaWanita Afghanistan Main Ski untuk pertama kalinya Foto: POOL

15 Agustus 2021 waktu setempat, Taliban masuk Ibu Kota Kabul dan menduduki Istan Kepresidenan. Presiden Ashraf Ghani kabur ke Tajikistan dan mengakui Taliban sudah menang.

Dilansir AFP, Rabu (18/8), Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan rezim baru akan 'berbeda secara positif' dari masa kepemimpinan mereka pada 1996-2001, yang terkenal dengan kematian rajam dan melarang perempuan bekerja dengan laki-laki.

"Kalau soal ideologi, keyakinan, tidak ada bedanya, tapi kalau kita hitung berdasarkan pengalaman, kedewasaan, dan wawasan, pasti banyak perbedaannya," kata Mujahid.

Dia juga mengatakan Taliban berkomitmen untuk membiarkan perempuan bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Tapi dia tidak menjelaskan aturan spesifik.

Seorang juru bicara kelompok itu di Doha, Suhail Shaheen, mengatakan kepada Sky News Inggris bahwa wanita tidak diharuskan mengenakan burqa yang menutupi semua. Tapi, dia juga tidak mengatakan pakaian apa yang dapat diterima.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pihaknya bakal menagih janji Taliban.

"Jika Taliban mengatakan mereka akan menghormati hak-hak warganya, kami akan mencari mereka untuk menegakkan pernyataan itu dan membuat pernyataan itu baik," ucapnya.

Perempuan-perempuan Afghanistan benar-benar khawatir dengan kembalinya Thaliban di kursi kekuasaan negara tanpa laut itu. Wali Kota perempuan pertama di Afghanistan, yakni Wali Kota Maidan Shahr bernama Zarifa Ghafari merasa hidupnya tinggal menghitung hari.

"Saya duduk di sini menunggu mereka untuk datang. Tidak ada seorang pun yang datang membantu saya atau keluarga saya. Saya hanya duduk bersama keluarga saya dan suami saya. Dan mereka akan datang ke orang-orang seperti saya dan membunuh saya," tutur Zarifa Ghafari dilansir The Sun, Rabu (18/8).

Zarifa Ghafari, walikota termuda di Afghanistan.Zarifa Ghafari, walikota termuda di Afghanistan. Foto: Facebook Zarifa Ghafari

Simak video 'Taliban Janji Akan Junjung Tinggi Hak Perempuan di Afganistan!':

[Gambas:Video 20detik]



Selanjutnya, janji soal burqa dan soal pendidikan:

Janji soal burqa

Taliban dikenal sebagai kelompok yang mewajibkan burqa bagi perempuan. Burqa adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh perempuan termasuk wajah. Toko burqa diserbu perempuan setelah Taliban berkuasa lagi. Ini terpantau di kota Herat.

"Tahun lalu harga burqa 200 AFN (sekitar Rp 35 ribu). Sekarang mereka menjualnya dengan harga 2.000 (Rp 359 ribu) hingga 3.000 (Rp 539 ribu) AFN," ujar Aalia salah satu wanita yang sedang berbelanja burqa, dilansir Bloomberg.

Hal serupa terjadi di toko-toko burqa di Kabul. Aref salah seorang pedagang burqa mengungkapkan bagaimana tokonya kini ramai pembeli setelah Taliban berkuasa lagi.

Habiba, wanita Afghanistan yang tinggal di Kabul mengatakan, orangtuanya memintanya membeli burqa untuk dirinya dan saudari perempuannya. Selama ini dia dan saudarinya tidak memiliki burqa dan belum pernah mengenakan pakaian tersebut.

"Ibuku takut pada Taliban. Ibuku berpikir salah satu cara melindungi anak-anak perempuannya adalah dengan membuat mereka memakai burqa," ujar Habiba.

Members of an internally displaced Afghan family who left their home during the ongoing conflict between Taliban and Afghan security forces arrive from Qala-i- Naw, in Enjil district of Herat, on July 8, 2021. (Photo by Hoshang Hashimi / AFP)Perempuan Afghanistan mengenakan burqa. (Photo by Hoshang Hashimi / AFP) Foto: dok. AFP

Miriam, seorang wanita Afghanistan yang ditemui kontributor The Guardian saat berbelanja burqa, menyampaikan kekhawatiran yang sama. Dia pergi membeli burqa setelah suaminya memaksanya untuk melakukan itu.

"Suamiku memintaku mengubah gaya busana yang aku pakai dan mulai memakai burqa. Sehingga aku menjadi tidak terlalu menarik perhatian Taliban jika berada di luar rumah," katanya.

Dilansir AFP, kini Taliban tidak lagi akan memaksa perempuan mengenakan burqa. Wanita-wanita di Afghanistan hanya akan diminta untuk memakai hijab. Begitulah janji terbaru Taliban yang ditaburkan lewat juru bicaranya.

"Burqa bukan satu-satunya hijab yang bisa dikenakan, ada jenis hijab yang berbeda, tidak terbatas pada burqa," ucap juru bicara kantor politik Taliban di Doha, Qatar, Suhail Shaheen, kepada media Inggris, Sky News.

Soal pendidikan

Sejumlah negara dan kelompok HAM internasional juga membahas kekhawatiran soal nasib pendidikan bagi perempuan di Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban. Namun Suhaili Shaheen juga berusaha memberikan jaminan untuk topik ini.

"(Wanita) Bisa mendapatkan pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi -- yang berarti universitas. Kita telah mengumumkan kebijakan ini dalam konferensi internasional, konferensi Moskow dan di sini dalam konferensi Doha (soal Afghanistan)," ucapnya.

hijabers afghanistan, hijabers pembuat robotPerempuan Afghanistan (Dok. Reuters)

Dia menambahkan bahwa ribuan sekolah di area-area yang kini dikuasai Taliban juga masih beroperasi.

Mawlawi Janat Gul Aziz, yang ditunjuk Taliban sebagai Kepala Departemen Pendidikan Provinsi, membolehkan anak laki-laki dan perempuan di Afganistan pergi ke sekolah. Mereka juga mengklaim tak membatasi usia pendidikan selama tak mengabaikan syariat Islam.

Halaman 2 dari 2
(dnu/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads