Pemerintah Iran mengklaim pihaknya telah memiliki kemampuan untuk memperkaya uranium fisil hingga kemurnian 90 persen, level yang diperlukan untuk membuat inti senjata nuklir.
Seperti dilansir Arab News, Kamis (15/7/2021), klaim itu disampaikan Presiden Hassan Rouhani dalam rapat kabinet pemerintahan Iran di Teheran pada Rabu (14/7) waktu setempat.
"Organisasi Energi Atom Iran bisa memperkaya uranium sebesar 20 persen dan 60 persen dan jika ... reaktor-reaktor kami membutuhkannya, itu bisa memperkaya uranium hingga kemurnian 90 persen," klaim Rouhani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rouhani yang akan mengakhiri jabatannya sebagai Presiden Iran bulan depan ini juga menyalahkan kelompok garis keras dalam teokrasi yang berkuasa atas kegagalan dalam merundingkan Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), perjanjian nuklir tahun 2015 untuk membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan pencabutan sanksi.
"Mereka mengambil kesempatan untuk mencapai kesepakatan dari pemerintahan ini. Kami sangat menyesali hilangnya kesempatan ini. Kami sangat menyesal bahwa kesempatan selama nyaris enam bulan telah hilang," imbuhnya.
JCPOA kolaps tahun 2018 ketika Amerika Serikat (AS) menarik diri dari perjanjian itu dan Presiden Donald Trump yang saat itu menjabat kembali memberlakukan sanksi-sanksi yang melumpuhkan perekonomian Iran.
Iran merespons langkah AS itu dengan secara bertahap melanggar kewajibannya yang diatur dalam perjanjian itu, dengan meningkatkan pasokan uranium yang diperkaya dan level pengayaannya -- sebelumnya dibatasi hanya 3,67 persen.
Lihat juga Video: Iran Membenarkan Israel Telah Sabotase Fasilitas Nuklir Dekat Teheran
Perundingan tidak langsung antara Iran dan AS yang bertujuan membangkitkan kembali JCPOA telah digelar di Wina, Austria, dengan pembicaraan putaran keenam pada 20 Juni lalu ditunda. Belum ada kelanjutan soal perundingan itu, namun pejabat Iran dan negara-negara Barat sama-sama menegaskan bahwa kesenjangan signifikan harus diatasi.
Sejumlah pejabat Iran menuturkan bahwa Ebrahim Raisi, yang akan menggantikan Rouhani sebagai Presiden Iran, berencana mengadopsi pendekatan 'garis keras' dalam perundingan itu. Pembicaraan putaran selanjutnya, menurut para pejabat Iran, mungkin tidak akan digelar hingga akhir September atau awal Oktober.
Disebutkan juga bahwa anggota tim nuklir Iran mungkin diganti dengan para pejabat beraliran garis keras, namun perunding nuklir top Iran, Abbas Araqchi, akan dipertahankan 'setidaknya untuk sementara waktu'.
Seorang pejabat Iran menyatakan Raisi berencana menunjukkan 'lebih sedikit fleksibilitas dan menuntut lebih banyak konsesi' dari AS, seperti mempertahankan rangkaian sentrifugal pengayaan uranium tingkat lanjut dan bersikeras menuntut pencabutan sanksi-sanksi AS terkait hak asasi manusia (HAM) dan terorisme.