Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-Un, dilaporkan kehilangan berat badan hingga 20 kilogram, namun dinyatakan tidak memiliki masalah kesehatan utama yang bisa mempengaruhi kepemimpinannya.
Seperti dilansir Bloomberg, Kamis (8/7/2021), hal tersebut disampaikan oleh seorang anggota parlemen Korea Selatan (Korsel) yang telah mendapatkan pengarahan dan penjelasan dari Dinas Intelijen Nasional Korsel (NIS).
Kim Byung-Kee menuturkan kepada wartawan setempat bahwa NIS memperkirakan Kim Jong-Un beberapa waktu terakhir kehilangan berat badan antara 10 kilogram hingga 20 kilogram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika ada abnormalitas pada kesehatannya, maka seharusnya ada pertanda bahwa obat-obatan diimpor ke klinik yang bertanggung jawab atas kesehatan Kim, tapi itu tidak terdeteksi," sebut Kim Byung-Kee.
Ditambahkan Kim Byung-Kee bahwa Kim Jong-Un diketahui masih menggelar 'rapat berjam-jam' dan tidak ada yang aneh dengan caranya berjalan.
Pemimpin Korut berusia 37 tahun itu sempat menghilang dari publik sepanjang bulan Mei lalu. Ketika dia muncul kembali ke hadapan publik dalam sebuah video memimpin rapat pada Juni lalu, dia tampak jauh lebih ramping.
Media nasional Korut kemudian merilis sebuah berita yang mengutip seorang warga yang menyebut rakyat Korut menangis saat melihat Kim Jong-Un lebih kurus. Komentar semacam itu diduga dimaksudkan untuk menggalang dukungan publik ketika dia berupaya menghidupkan kembali perekonomian yang sakit.
Berat badan Kim Jong-Un dipantau oleh badan-badan intelijen untuk mendapatkan informasi soal rezim otoriter dan rahasia di Pyongyang, terutama mengingat anggota keluarga dinasi Kim di Korut memiliki riwayat penyakit jantung.
Badan intelijen Korsel menuturkan kepada para anggota parlemen setempat pada November tahun lalu bahwa Kim Jong-Un memiliki berat badan 140 kilogram. Dalam briefing terbaru, tidak disebutkan lebih lanjut perkiraan berat badan Kim Jong-Un saat ini.
Diketahui bahwa pembatasan pandemi virus Corona (COVID-19) di sepanjang perbatasan China, perjuangan memerangi pandemi dan sanksi-sanksi internasional membuat perekonomian Korut hampir tidak tumbuh untuk tahun ini. Rezim komunis ini dilaporkan mengalami kontraksi terburuk pada tahun 2020 lalu.
Seorang anggota parlemen Korsel lainnya, Ha Tae-Keung, menyebut bahwa total perdagangan antara Korut dan China merosot 81 persen dalam lima bulan pertama tahun 2021, jika dibandingkan setahun lalu.
Bulan lalu, Kim Jong-Un memperingatkan bahwa 'situasi pangan sekarang semakin tegang'. Kekurangan pangan di Korut semakin diperburuk oleh badai yang melanda tahun lalu yang merusak hasil panen dan keputusan Kim Jong-Un menutup perbatasan karena Corona yang semakin menghambat perdagangan.
Pemimpin Korut itu kemudian menyebut negaranya sedang menghadapi 'krisis besar' terkait pelanggaran karantina, meskipun tidak dijelaskan lebih lanjut soal pelanggaran itu. Ha Tae-Keung menyebut badan intelijen Korsel meyakini pernyataan Kim Jong-Un itu ada hubungannya dengan penundaan pembukaan kembali perbatasan agar perdagangan dengan China terdongkrak.
Ditambahkan Ha Tae-Keung dalam pernyataannya kepada wartawan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan Kim Jong-Un memiliki vaksin Corona.