Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan surat edaran di masa pandemi virus Corona (COVID-19). Muhammadiyah mengimbau agar pelaksanaan salat berjamaah dan Salat Idul Adha di masjid dan fasilitas umum ditiadakan sementara.
Surat Edaran tersebut bernomor 05/EDR/I.0/E/2021 tentang Imbauan Perhatian, Kewaspadaan, dan Penanganan COVID-19, Serta Persiapan Menghadapi Idul Adha 1442 H/2021 M. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Haedar Nashir, dan Sekretaris Agung Danarto pada 2 Juli 2021. Ada 9 poin imbauan yang dikeluarkan, diantaranya soal salat berjamaah di masjid, dan pelaksanaan Salat Idul Adha.
Pada poin 4, Muhammadiyah mengimbau ada pembatasan kegiatan di masjid dan musala. Tindakan itu, disebut sebagai bentuk kehati-hatian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai langkah pencegaan sebagai bagian dari kehati-hatian mencegah kemudaratan yang lebih besar akibat tingginya kasus positif COVID-19, masjid dan musala untuk sementara waktu agar dinonaktifkan terlebih dahulu dari segala aktivitas yang meliatkan jamaah," tulis edaran Muhammadiyah tersebut seperti dilihat detikcom, Jumat (2/7/2021).
Ibadah di masjid yang dilaksanakan berjamaah, hendaknya dilaksanakan di rumah. Kemudian, ada perubahan pada kalimat yang diucapkan saat azan di masjid.
"Segala ibadah, baik yang sunah maupun fardu yang melibatkan jamaah, hendaknya dilaksanakan di rumah. Azan sebagai penanda masuknya waktu salat tepat dikumandangkan pada setiap awal waktu salat wajib dengan mengganti kalimat 'hayya alas-salah,' dengan 'sallu fi rihalikum,' atau lainnya sesuai dengan tuntutan syariat," katanya.
Pada poin 9, terdapat imbauan khusus terkait pelaksanaan Idul Adha 1442 Hijriah. Seperti larangan takbir keliling, hingga Salat Idul Adha di rumah.
Berikut adalah imbauan Muhammadiyah dalam pelaksanaan Idul Adha;
a. Takbir keliling tidak disarankan dan sebaiknya dilakukan di rumah.
b. Salat Idul Adha di lapangan/masjid/tempat fasilitas umum sebaiknya ditiadakan atau tidak dilaksanakan.
c. Salat Idul Adha bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti salat id di lapangan.
d. Hukum ibadah kurban adalah sunah muakkadah, bagi muslim yang telah memilii kemampuan untuk berkurban dengan tata cara sesuai tuntutan Majelis tarjih dan tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
e. Pandemi COVID-19 menimbulkan masalah sosial ekonomi dan meningkatnya jumlah kaum duafa, karena itu sangat disarankan agar umat Islam yang mampu untuk lebih menguatamakan bersedekah berupa uang daripada menyembelih hewan kurban.
f. Bagi mereka yang mampu membantu penanggulangan dampak ekonomi COVID-19 sekaligus mampu berkurban, maka dapat melakukan keduanya.
g. Membantu kaum duafa maupun berkurban keduanya mendapat pahala di sisi Allah SWT, namun berdasarkan beberapa dalil, memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk kemaslahatan adalah yang lebih diutamakan.
h. Apabila ada yang berkurban urutan skala prioritas:
1) Kurban sebaiknya dikonversi berupa dana dan disalurkan melalui Lazismu untuk didistribusikan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar atau diolah menjadi kornet (kemas kaleng);
2) Penyembelihan hewan kurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) agar lebih sesuai syariat dan higienis;
3) Jumlah hewan yang disembelih di luar RPH hendaknya dibatasi (tidak terlalu banyak) untuk menghindari kemubaziran dan distribusi yang merata, disembelih oleh tenaga profesional, mengurangi kerumunan massa, dan pemenuhan protokol kesehatan yang ketat sehingga dapat menjamin
keamanan dan keselamatan bersama;
4) Hewan kurban berupa kambing atau domba sebaiknya disembelih di rumah
masing-masing oleh tenaga profesional dan apabila mampu dapat disebelih sendiri oleh orang yang berkurban (sahibul-qurban), dan
5) Pembagian daging kurban diantar oleh panitia ke rumah masing-masing penerima dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.