Presiden Chad Idriss Deby telah meninggal karena luka-lukanya menyusul bentrokan dengan kelompok pemberontak di bagian utara negara itu pada akhir pekan.
Pengumuman itu disampaikan militer Chad sehari setelah hasil pemilihan sementara memprediksi dia akan memenangkan masa jabatan keenam.
Pemerintah dan parlemen telah dibubarkan. Jam malam juga diberlakukan dan perbatasan telah ditutup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir BBC, Rabu (21/4/2021), Deby (68) telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade dan merupakan salah satu pemimpin terlama di Afrika.
Dia berkuasa pada tahun 1990 melalui pemberontakan bersenjata. Dia adalah sekutu lama Prancis dan kekuatan Barat lainnya dalam pertempuran melawan kelompok-kelompok militan di wilayah Sahel Afrika.
Deby "menghembuskan nafas terakhirnya untuk membela negara yang berdaulat di medan perang", kata seorang jenderal militer di TV pemerintah pada hari Selasa (20/4) waktu setempat.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Deby pergi ke garis depan pertempuran, beberapa ratus kilometer di utara ibu kota, N'Djamena, pada akhir pekan untuk mengunjungi pasukan yang memerangi pemberontak yang tergabung dalam kelompok yang menamakan dirinya Front for Change and Concord in Chad (FACT).
Militer Chad melaporkan bahwa pertarungan pada akhir pekan itu menewaskan sekitar 300 personel dari kelompok pemberontak.
Sementara itu, FACT menyatakan bahwa presiden Chad tersebut juga terluka dalam pertempuran itu. Namun, pemerintah Chad tak memberikan konfirmasi apa pun hingga akhirnya militer mengumumkan bahwa sang presiden telah meninggal dunia.
Pihak militer menyatakan bahwa Deby memimpin militer melawan FACT yang sudah melancarkan serangan sejak pemilihan umum digelar pada 11 April lalu.
Pemakaman kenegaraan akan digelar pada hari Jumat (23/4) mendatang.
Simak juga 'Rapper Black Rob Meninggal Dunia Akibat Serangan Jantung':