Sebuah kelompok pemberontak menuduh militer Myanmar mengerahkan "kekuatan berlebihan", dengan melancarkan serangan serangan udara terus menerus. Akibatnya, lebih dari 12.000 warga sipil tak bersenjata, termasuk anak-anak harus mengungsi akibat serangan udara tersebut.
Akhir bulan lalu, kelompok etnis bersenjata Persatuan Nasional Karen (KNU) merebut pangkalan militer di negara bagian Kayin, menewaskan 10 perwira militer. Junta membalas dengan serangan udara.
KNU telah menjadi lawan vokal junta militer - yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaan dua bulan lalu - dan mengatakan mereka melindungi ratusan aktivis antikudeta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (3/4/2021), pada hari Sabtu (3/4), KNU mengutuk penggunaan "kekuatan berlebihan dengan melakukan pemboman tanpa henti dan serangan udara" dari 27-30 Maret, yang telah "menyebabkan kematian banyak orang termasuk anak-anak".
"Serangan udara juga menyebabkan lebih dari 12.000 orang mengungsi yang telah meninggalkan desa mereka dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang besar," imbuh KNU.
Namun, juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Tun mengatakan militer hanya menargetkan Brigade ke-5 KNU - yang memimpin perebutan pangkalan militer dan membunuh para perwira.
"Kami melakukan serangan udara hanya pada hari itu," katanya kepada AFP.
"Kami telah menandatangani perjanjian gencatan senjata nasional ... Jika mereka mematuhi itu, tidak ada alasan konflik terjadi," kata Zaw Min Tun.
Simak video 'Diserang Jet Militer, Warga Myanmar Kabur ke Thailand':
Media lokal dan kelompok hak asasi etnis Karen telah melaporkan beberapa pemboman dan serangan udara di seluruh negara bagian Karen selama beberapa hari terakhir.
Sekitar 3.000 orang sempat melarikan diri ke negara tetangga Thailand, menyeberangi Sungai Salween untuk mencari perlindungan. Tetapi sebagian besar telah kembali ke Myanmar, yang diklaim Thailand sebagai "sukarela".
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari, memicu pemberontakan besar-besaran di seluruh negeri dengan pengunjuk rasa menuntut pemulihan pemerintahan terpilih.
Arus informasi di negara itu juga telah terhambat, dengan junta memotong layanan wifi, data seluler dan memberlakukan pemadaman internet setiap malam yang telah berlangsung selama hampir 50 hari.
Wilayah perbatasan Myanmar sebagian besar dikendalikan oleh berbagai kelompok etnis bersenjata yang telah lama menginginkan otonomi yang lebih besar.
Wilayah di negara bagian Kachin - yang dikuasai oleh Tentara Kemerdekaan Kachin - juga mengalami peningkatan aktivitas militer baru-baru ini.