Negara-negara anggota Uni Eropa sepakat untuk menjatuhkan sanksi terkait perlakuan sarat penindasan dari otoritas China pada minoritas Muslim Uighur. Sedikitnya ada empat pejabat China dan sebuah entitas milik negara di China yang dikenai sanksi Uni Eropa.
Seperti dilansir AFP, Kamis (18/3/2021), para diplomat Eropa menyebut Duta Besar dari 27 negara anggota Uni Eropa memberi lampu hijau untuk langkah itu, yang merupakan bagian dari paket sanksi hak asasi manusia (HAM) yang juga dijatuhkan ke individu-individu dari Rusia, Korea Utara (Korut), Eritrea, Sudan Selatan dan Libya.
Sanksi-sanksi tersebut -- yang dikenakan terhadap total puluhan orang melalui pembekuan aset dan larangan visa -- harus dikonfirmasi secara resmi oleh para Menteri Luar Negeri Uni Eropa yang menggelar rapat pada awal pekan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum dijelaskan lebih lanjut identitas para pejabat dan perusahaan China yang dikenai sanksi Uni Eropa.
Sanksi ini tetap dijatuhkan Uni Eropa meski sebelumnya China telah melontarkan peringatan keras untuk tidak menjatuhkan sanksi terkait perlakuan negara ini terhadap muslim Uighur di wilayah Xinjiang.
"Sanksi berdasarkan kebohongan dapat ditafsirkan sebagai tindakan secara sengaja merusak keamanan dan kepentingan pembangunan China," tegas Duta Besar China untuk Uni Eropa, Zhang Ming.
"Kami ingin dialog bukan konfrontasi. Kami meminta pihak Uni Eropa untuk berpikir dua kali. Jika beberapa pihak bersikeras melakukan konfrontasi, kami tidak akan mundur karena kami tidak memiliki pilihan selain memenuhi tanggung jawab kepada rakyat kami," imbuhnya.
Simak juga 'Beri Sanksi ke China, AS Sebut Kebijakan Pada Muslim Uighur Genosida':
Kelompok-kelompok HAM meyakini setidaknya 1 juta warga Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp yang ada di Xinjiang.
Di wilayah yang sama, China juga dituduh melakukan sterilisasi paksa terhadap kaum wanita dan menerapkan kerja paksa.
Otoritas China membantah keras tuduhan kerja paksa yang melibatkan Uighur dan menegaskan program pelatihan, skema kerja dan pendidikan lebih baik telah membantu memberantas ekstremisme di Xinjiang.