Warga Myanmar Boleh Mengungsi Sementara di AS Usai Kudeta Militer

Warga Myanmar Boleh Mengungsi Sementara di AS Usai Kudeta Militer

Novi Christiastuti - detikNews
Sabtu, 13 Mar 2021 12:35 WIB
Sedikitnya 18 Pendemo di Myanmar Tewas, Uni Eropa Siap Jatuhkan Sanksi
Ilustrasi -- Situasi di Myanmar masih dilanda ketegangan usai kudeta militer (dok. DW News)
Washington DC -

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengabulkan penangguhan deportasi dan izin kerja bagi warga Myanmar yang terdampar di wilayah AS karena kudeta militer di negara asal mereka.

Seperti dilansir Reuters dan AFP, Sabtu (13/3/2021), langkah yang diumumkan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) ini berlaku untuk sekitar 1.600 warga Myanmar yang sudah berada di wilayah AS, termasuk diplomat yang memutuskan hubungan dengan junta militer.

Dengan langkah ini, sebut dua pejabat pemerintahan AS, warga-warga Myanmar yang terdampar di AS itu akan memenuhi syarat untuk mendapatkan Status Dilindungi Sementara (TPS) selama 18 bulan ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Program ini memberikan para imigran yang tidak bisa kembali ke negaranya dengan selamat, karena alasan seperti bencana alam atau konflik bersenjata, kemampuan untuk tetap tinggal dan bekerja di AS secara legal untuk jangka waktu tertentu yang bisa diperpanjang.

"Karena kudeta militer dan kekerasan brutal pasukan keamanan terhadap warga sipil, rakyat Burma mengalami krisis kemanusiaan yang kompleks dan semakin memburuk di banyak wilayah negara itu," sebut Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Alejandro Mayorkas, menggunakan nama lama Myanmar.

ADVERTISEMENT

"Setelah meninjau situasi yang mengerikan ini secara menyeluruh, saya menetapkan status dilindungi sementara untuk Burma sehingga warga negara Burma dan penduduknya bisa tetap tinggal sementara di Amerika Serikat," imbuhnya.

Ditegaskan DHS bahwa hanya warga Myanmar yang sudah tinggal di wilayah AS dan bisa menunjukkan tempat tinggal berkelanjutan per 11 Maret 2021 yang memenuhi syara untuk program TPS.

Simak video 'Penyelidik HAM PBB Ungkap Kekerasan Militer Myanmar':

[Gambas:Video 20detik]



DHS menyebut kudeta militer pada 1 Februari lalu di Myanmar telah memicu krisis ekonomi dan kekurangan bantuan kemanusiaan serta medis.

AS meyakini situasi di Myanmar saat ini mempersulit warganya untuk kembali, terutama dengan adanya tindak kekerasan dari pasukan keamanan, penahanan sewenang-wenang, intimidasi dan memburuknya situasi kemanusiaan.

"Kondisi seperti itu mencegah warga dan penduduk Burma untuk kembali dengan selamat," sebut DHS dalam pernyataannya.

Penyelidik HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Myanmar, Thomas Andrews, menuturkan pada Kamis (11/3) waktu setempat bahwa junta militer Myanmar telah menewaskan 70 orang dalam berbagai unjuk rasa dan menahan lebih dari 2.000 orang sejak kudeta.

Halaman 2 dari 2
(nvc/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads