Inggris Imbau Warganya Tinggalkan Myanmar di Tengah Ketegangan Usai Kudeta

Inggris Imbau Warganya Tinggalkan Myanmar di Tengah Ketegangan Usai Kudeta

Novi Christiastuti - detikNews
Jumat, 12 Mar 2021 13:53 WIB
Residents look on as soldiers block a road after arriving to arrest railway staff involved in the Civil Disobedience Movement (CDM), in protest over the military coup, at Mahlwagone Railway Station in Yangon on March 10, 2021. (Photo by STR / AFP)
Tentara Myanmar memblokir ruas jalanan di Yangon (dok. AFP/STR)
London -

Pemerintah Inggris mengimbau warganya untuk meninggalkan Myanmar di tengah ketegangan akibat kudeta militer. Imbauan ini disampaikan seiring pakar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengingatkan bahwa junta militer Myanmar kemungkinan melakukan 'kejahatan kemanusiaan' dalam upaya mempertahankan kekuasaannya.

Seperti dilansir AFP, Jumat (12/3/2021), imbauan untuk warga Inggris itu disampaikan Kementerian Luar Negeri Inggris dalam pernyataan terbaru pada Jumat (12/3) waktu setempat.

Otoritas junta militer terus mengerahkan tindak kekerasan, termasuk menggunakan peluru tajam, saat menghadapi demonstran antikudeta yang terus menggelar aksi protes. Menurut laporan PBB, sedikitnya 70 orang tewas dalam unjuk rasa antikudeta di berbagai wilayah Myanmar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Situasi itu mendorong Inggris, yang pernah menjajah Myanmar, untuk mendorong warganya segera meninggalkan negara itu jika bisa.

"Ketegangan dan kerusuhan polisi meluas sejak pengambilalihan oleh militer dan level kekerasan meningkat," sebut Kementerian Luar Negeri Inggris dalam pernyataannya, mengingatkan warga negaranya di Myanmar.

ADVERTISEMENT

"Kantor Kementerian Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan menyarankan warga negara Inggris untuk meninggalkan negara itu dengan sarana komersial, kecuali ada kebutuhan mendesak untuk tetap tinggal," imbuh pernyataan tersebut.

Imbauan untuk warga Inggris itu dirilis setelah Pelapor Khusus PBB untuk HAM di Myanmar, Thomas Andrews, secara terpisah mengungkapkan penilaian gamblang soal situasi krisis di Myanmar.

Di hadapan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, Andrews menyebut Myanmar 'dikendalikan oleh rezim pembunuh dan ilegal' yang kemungkinan besar melakukan 'kejahatan terhadap kemanusiaan'.

Disebutkan Andrews bahwa kejahatan ini mencakup 'tindak pembunuhan, penghilangan paksa, persekusi, penyiksaan' yang dilakukan dengan 'sepengetahuan pemimpin senior' termasuk pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.

Sambil menekankan bahwa kejahatan semacam itu hanya bisa diadili di pengadilan, Andrews menyatakan ada bukti jelas bahwa kejahatan junta militer Myanmar telah 'meluas' dan merupakan bagian dari 'kampanye terorganisasi'.

Sedikitnya 9 demonstran tewas tertembak di berbagai wilayah berbeda di Myanmar sepanjang Kamis (11/3) waktu setempat. Seorang saksi mata menuturkan bahwa lima orang di antaranya ditembak di kepala.

Kelompok HAM Amnesty International merilis laporan yang menuduh junta militer Myanmar menggunakan senjata medan perang terhadap demonstran tak bersenjata dan melakukan pembunuhan berencana.

Sementara itu, meskipun tekanan internasional semakin memuncak, junta militer Myanmar tidak menunjukkan tanda-tanda akan mematuhi seruan untuk menahan diri. Justru sebaliknya, pengerahan kekerasan semakin ditingkatkan dalam upaya meredam unjuk rasa antikudeta di Myanmar. Lebih dari 2.000 orang ditangkap sejak kudeta militer dilancarkan pada 1 Februari lalu.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads