AS Bikin Rudal Nuklir Baru Rp 1.439 T, Ilmuwan Khawatir

AS Bikin Rudal Nuklir Baru Rp 1.439 T, Ilmuwan Khawatir

Novi Christiastuti - detikNews
Jumat, 12 Mar 2021 15:55 WIB
The U.S. Capitol is seen between flags placed on the National Mall ahead of the inauguration of President-elect Joe Biden and Vice President-elect Kamala Harris, Monday, Jan. 18, 2021, in Washington.
Ilustrasi (dok. AP/Alex Brandon)
Washington DC -

Amerika Serikat (AS) tengah memproduksi sebuah rudal nuklir baru senilai US$ 100 miliar atau setara Rp 1.439 triliun. Namun hal ini memicu kekhawatiran para ilmuwan karena proyek rudal nuklir baru AS disebut didasarkan pada asumsi yang salah dan ketinggalan zaman.

Seperti dilansir The Guardian, Jumat (12/3/2021), hal tersebut diungkapkan dalam laporan terbaru Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) berjudul 'Siloed Thinking' yang dijadwalkan akan dirilis pekan depan.

Laporan FAS itu melontarkan argumen bahwa proyek rudal penangkal strategis berbasis darat (GBSD) didorong oleh lobi industri yang intens dan politikus dari negara-negara bagian yang akan paling diuntungkan secara ekonomi, dibandingkan didasarkan pada penilaian yang jelas soal tujuan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang baru ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semakin jelas bahwa belum ada pertimbangan serius soal peran apa yang seharusnya dimainkan senjata era Perang Dingin ini dalam lingkungan keamanan pasca-Perang Dingin," sebut FAS dalam laporannya.

Sebuah kajian dari Pusat Kebijakan Internasional menyebut Northrop Grumman yang memegang proyek GBSD dan subkontraktornya telah menghabiskan US$ 119 miliar untuk melobi sepanjang tahun 2019 dan 2020, serta menyewa total 410 pelobi termasuk banyak mantan pejabat AS.

ADVERTISEMENT

Pada September 2020, Northrop Grumman memenangkan tender tanpa lawan senilai US$ 13,3 miliar untuk penyusunan teknis, manufaktur dan pengembangan proyek tersebut -- setahun setelah satu-satunya rivalnya, Boeing, menarik diri.

Menurut FAS yang merupakan lembaga thinktank non-partisan, biaya yang ditetapkan Angkatan Udara AS juga secara sengaja ditetapkan sedikit lebih murah dibandingkan biaya memperpanjang masa hidup rudal nuklir yang akan digantikannya, Minuteman III.

Penilaian independen dari Rand Corporation pada saat bersamaan, menyebut biaya untuk sebuah senjata baru sebenarnya bisa memakan dua hingga tiga kali lipat lebih banyak. Upaya dari Kongres AS untuk melakukan kajian independen soal perbandingan biaya diblokir pada tahun 2019, dengan bantuan pelobi industri tersebut.

Perkiraan saat ini menyebut biaya akuisisi dasar GBSD mencapai US$ 100 miliar, sedangkan total biaya perakitan, operasional dan pemeliharaan hingga tahun 2075 diproyeksikan mencapai US$ 264 miliar.

Laporan itu dirilis saat pemerintahan Presiden Joe Biden sedang mempersiapkan anggaran pertahanan pertamanya, yang bisa mengungkapkan kebijakan terkait proyek GBSD yang masih dalam tahap awal.

Diketahui bahwa saat ini sedikitnya 400 rudal nuklir Minuteman tersebar di lima negara bagian AS, yakni Colorado, Montana, Nebraska, North Dakota dan Wyoming. Kebanyakan advokat pengendalian senjata berpendapat bahwa daripada digantikan, rudal-rudal itu seharusnya dihentikan pemakaiannya secara bertahap dengan didasarkan pada kerentanan dan ketidakstabilannya.

Kalangan yang skeptis pada ICBM, termasuk mantan Menteri Pertahanan dan komandan militer, menilai AS seharusnya mengandalkan bom nuklir dan rudal nuklir yang diluncurkan dari kapal selam, yang bisa digunakan dalam serangan balasan jika serangan nuklir terkonfirmasi.

Namun pendukung proyek GBSD menentang kertegantungan lebih besar pada rudal-rudal Trident yang diluncurkan dari laut, yang menurut mereka akan menjadi sandera bagi kemajuan dalam perang anti-kapal selam.

"Musuh-musuh kita memahami berapa banyak penangkal kita didasarkan pada kapal selam kita dan kita bisa bertaruh bahwa mereka akan berupaya membuat kapal selam itu rapuh," sebut Tim Morrison, mantan penasihat Gedung Putih untuk isu Rusia dan senjata nuklir pada era mantan Presiden Donald Trump.

Laporan FAS memberikan argumen bertentangan, dengan menyatakan bahwa kekuatan kapal selam AS yang membawa 55 persen arsenal nuklir 'kecil kemungkinan akan berubah, bahkan selama beberapa dekade ke depan'.

Terlepas dari itu, meningkatnya kekuatan militer China disebut-sebut sebagai alasan rasional untuk merakit senjata baru oleh pendukung proyek GBSD. Namun laporan FAS memperkirakan bahwa saat ini China memiliki sekitar 320 hulu ledak, yang jauh jika dibandingkan dengan AS yang memiliki 3.800 hulu ledak, baik yang telah dikerahkan maupun yang masih disimpan sebagai cadangan.

Laporan FAS berpendapat bahwa rudal-rudal ICBM milik AS tidak relevan untuk menghalangi China karena setiap peluncuran dari dataran Great Plains di Amerika Utara dan di atas Arktik bisa diinterpretasikan oleh Rusia sebagai serangan dan oleh karena itu, akan berisiko memperluas konflik.

"Secara keseluruhan, rekomendasi Angkatan Udara untuk mengejar rudal baru yang didasarkan pada serangkaian asumsi yang salah tentang bagaimana GBSD akan mengatasi kesenjangan kemampuan yang dirasakan, menjaga keberlangsungan pangkalan industri motor roket solid yang besar ... dan -- paling penting -- lebih murah dari biaya memperpanjang masa hidup Minuteman," sebut laporan FAS itu.

"Jika ditengok ke belakang, dan setelah diteliti lebih lanjut, semua asumsi ini tampaknya telah dilebih-lebihkan atau diturunkan prioritasnya," imbuh laporan yang menyerukan evaluasi ulang secara menyeluruh itu.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads