Putra Mahkota Kerajaan Yordania batal melakukan kunjungan ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, setelah terjadi perselisihan dengan Israel terkait pengaturan keamanan di situs suci tersebut.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (12/3/2021) Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman al Safadi, mengonfirmasi rencana kunjungan tersebut, yang sebelumnya dikatakan Israel telah dijadwalkan pada Rabu (10/3), tapi dibatalkan karena perselisihan mengenai pengaturan keamanan di situs itu. Tidak disebutkan lebih detail mengenai perselisihan tersebut.
Safadi mengatakan Pangeran Hussein Bin Abdullah telah berencana untuk bergabung dengan jamaah Palestina selama ibadah di masjid, yang merupakan situs tersuci ketiga bagi umat Islam dan terletak di Kota Tua Yerusalem, yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang Yahudi menghormati situs tersebut dan Al-Aqsa kerap menjadi isu yang memicu kekerasan antara warga Israel-Palestina.
Safadi mengatakan Israel telah mengubah kesepakatan antara putra mahkota dengan Amman sehingga dipandang membahayakan hak warga Palestina dan Muslim lainnya untuk beribadah di situs tersebut.
"Aqsa secara keseluruhan adalah tempat ibadah bagi Muslim dan Yordania tidak akan mengizinkan campur tangan apa pun dalam urusannya dan Israel tidak memiliki kedaulatan atasnya," kata Safadi melalui siaran TV pemerintah.
Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai "ibu kota abadinya dan tak terpisahkan". Negara Yahudi itu mencaplok Yerusalem Timur, yang termasuk Kota Tua, setelah konflik 1967, sebuah tindakan yang belum mendapat pengakuan internasional.
Diketahui pihak keluarga penguasa Hashemite Yordania adalah yang menjaga situs suci tersebut.
Simak juga 'Jemaah Muslim Kembali Beribadah di Masjid Al-Aqsa':
Israel mengakui peran Hashemite sebagai penjaga keamanan al-Aqsa, bagian dari perjanjian perdamaian kedua negara tahun 1994. Yordania mempertahankan kendali keamanan secara keseluruhan atas situs suci tersebut.
Amman telah lama mengutuk apa yang dikatakannya sebagai upaya Israel untuk membatasi akses non-Yahudi ke kompleks seluas 14 hektar itu, yang dikenal oleh Muslim sebagai tempat suci dan Yahudi sebagai Temple Mount.
Israel kerap tersandung masalah keamanan karena membatasi akses warga Palestina di Tepi Barat ke situs tersebut dan batasan apa pun yang diberlakukan pada jumlah jamaah Muslim yang diizinkan masuk ke kompleks tersebut.