Ratusan pengunjuk rasa Myanmar yang sempat dikepung oleh pasukan keamanan di distrik Sanchaung, Yangon akhirnya diizinkan meninggalkan daerah tersebut.
Seperti dilansir Reuters dan Bloomberg, Selasa (9/3/2021) seorang aktivis pemuda, Shar Ya Mone, mengatakan melalui telepon bahwa dirinya sempat terkepung di sebuah gedung dengan 15-20 orang lainnya. Namun kini mereka sudah bisa kembali.
Melalui media sosial, demonstran lainnya memposting bahwa mereka juga akhirnya diizinkan meninggalkan daerah itu sekitar pukul 5 pagi waktu setempat, setelah pasukan keamanan pergi dua jam sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui bahwa sebelumnya pada Senin (8/3) malam waktu setempat, pasukan keamanan Myanmar mengepung ratusan pengunjuk rasa muda di Sanchaung dan mengancam akan memburu mereka dari rumah ke rumah. Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga sempat meminta mereka untuk diizinkan pergi.
Ribuan orang menentang aturan jam malam di jalan-jalan utama Myanmar untuk mendukung para pemuda di distrik Sanchaung, tempat mereka mengadakan protes harian terbaru menentang kudeta 1 Februari.
Di Sanchaung, polisi yang menembakkan senjata dan granat kejut mengumumkan bahwa mereka akan memeriksa rumah-rumah sekitar untuk menangkap siapa saja yang berasal dari luar distrik. Kemudian polisi akan menghukum siapa pun yang ketahuan menyembunyikannya.
Kedutaan Besar AS, Inggris, Kanada, Jerman dan lainnya mengirim tweet pada Senin (8/3) malam untuk memperingatkan bahwa pasukan keamanan telah mengepung sekelompok anak muda di distrik Sanchaung di Yangon. Sementara, orang-orang di daerah sekitarnya berkerumun di jalan ketika video tentang situasi mencekam itu tersebar di media sosial.
Dilaporkan Associated Press, hingga tengah malam, tidak ada laporan kematian akibat pengepungan tersebut. Pasukan keamanan mengejar banyak orang, menembakkan granat kejut dan mengganggu warga yang menonton dari jendela mereka.
Simak video 'Bertambah Lagi! 2 Pedemo Tewas Tertembak di Myanmar':
Junta Myanmar kerap mematikan internet pada dini hari, sehingga sulit mendapatkan informasi.
Kantor PBB di Myanmar serta kedutaan besar AS dan Inggris juga telah meminta pasukan keamanan Myanmar untuk mengizinkan pengunjuk rasa pergi tanpa kekerasan atau penangkapan.
Sementara itu, junta militer juga mencabut izin dari 5 media Myanmar. Perintah dari Menteri Informasi yang ditunjuk militer Myanmar itu mencabut izin media seperti Mizzima, DVB, 7Day News, Myanmar Now dan Khit Thit Media, dan melarang mereka menerbitkan konten apa pun.
Kepala junta militer, Min Aung Hlaing menuduh media tersebut telah menyesatkan masyarakat internasional, dengan mengatakan bahwa otoritas keamanan menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Melalui siaran MRTV yang dikelola junta, Min Aung Hlaing menyebutkan jumlah korban tewas demonstran adalah 34 orang, sekitar setengah dari angka yang dilaporkan oleh media lokal.
Jenderal itu juga mengatakan penahanan Sean Turnell, penasihat ekonomi Australia untuk mantan pemimpin Aung San Suu Kyi, dilakukan karena ia telah mengungkapkan beberapa rahasia ekonomi negara.
"Kami berhasil menahan Sean Turnell pada saat dia akan meninggalkan negara," kata Min Aung Hlaing.