Program vaksinasi virus Corona (COVID-19) di Jepang berjalan lamban akibat kurangnya pasokan vaksin dan jarum suntik khusus. Situasi ini menambah tantangan bagi pemerintah Jepang yang menargetkan untuk memvaksinasi setiap warga dewasa pada akhir tahun ini.
Seperti dilansir Reuters, Senin (8/3/2021), sejak vaksinasi dimulai tiga pekan lalu, kurang dari 46.500 dosis vaksin Corona yang telah disuntikkan kepada para tenaga kesehatan di garis depan hingga Jumat (5/3) lalu.
Dengan kecepatan saat ini, akan dibutuhkan 126 tahun untuk memvaksinasi seluruh penduduk Jepang yang berjumlah 126 juta jiwa. Pasokan vaksin Corona untuk Jepang diperkirakan akan bertambah dalam beberapa bulan ke depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dibandingkan, Korea Selatan (Korsel) yang memulai vaksinasinya sepekan lebih lambat dari Jepang, telah menyuntikkan nyaris tujuh kali lipat dosis vaksin Corona hingga Minggu (7/3) waktu setempat.
Tidak seperti kebanyakan negara lainnya, Jepang mewajibkan uji klinis tersendiri untuk obat-obatan baru, termasuk vaksin, yang dilakukan terhadap pasien Jepang. Aturan ini semakin memperlambat proses persetujuan vaksin.
Sejauh ini, hanya vaksin Corona yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech yang telah disetujui regulator Jepang.
Uji klinis untuk vaksin Corona buatan AstraZeneca dan Moderna tengah dilakukan dan kini menunggu persetujuan regulator.
"Rasa urgensi di kalangan pemerintah, menurut saya, tidak sama dengan negara-negara G7 lainnya," sebut seorang dokter dan peneliti pada Keio University, Haruka Sakamoto, menekankan bahwa jumlah kasus dan kematian akibat Corona relatif rendah di Jepang.
Lihat juga Video: Hasil Simulasi Superkomputer Jepang, Pakai Dua Masker Kurang Efektif
Jepang sejauh ini melaporkan total 438 ribu kasus Corona, dengan 8.251 kematian. Jumlah kasus Corona di Tokyo, yang masih dalam masa darurat, telah menurun dari puncak harian 2.520 kasus pada 7 Januari menjadi 237 kasus pada 7 Maret.
Sakamoto menilai bahwa sikap konservatif Kementerian Kesehatan Jepang dipicu contoh sebelumnya saat obat-obatan baru mendapat persetujuan relatif cepat namun kementerian dihujani kritikan publik dan media karena dianggap bertindak terlalu cepat dan membahayakan keselamatan.
Kementerian Kesehatan Jepang belum mengomentari laporan soal kecepatan vaksinasi Corona di negaranya.
Otoritas Jepang diketahui fokus pada vaksinasi 4,8 juta tenaga kesehatan pada tahap awal, sebelum melanjutkan vaksinasi untuk 36 juta warga lanjut usia (lansia). Menteri Vaksin Jepang, Taro Kono, mengatakan bahwa meskipun vaksinasi untuk warga berusia 65 tahun ke atas akan dimulai bulan depan, namun pasokan vaksin sangat terbatas.
Tidak seperti di Korsel, yang menggunakan jarum suntik jenis low dead space syringe -- yang memiliki desain khusus membatasi ruang mati antara syringe hub dengan jarum -- untuk mengekstraksi enam hingga tujuh dosis vaksin Pfizer dari botolnya, bukan lima, dan mengekstraksi 12 dosis vaksin AstraZeneca per botol alih-alih 10, Jepang gagal dalam menyiapkan pasokan jarum suntik khusus tersebut.
Kono menyebut bahwa kekurangan pasokan jarum suntik khusus ini berarti beberapa dosis vaksin akan terbuang sia-sia saat vaksinasi untuk warga lansia dimulai.
Lebih lanjut, Kono menyatakan bahwa Jepang terus bernegosiasi dengan Pfizer untuk pasokan vaksin dan impor diperkirakan akan meningkat empat kali lipat pada April, dibandingkan Maret dengan 1,7 juta botol.
Setiap pengiriman harus disetujui oleh Uni Eropa, yang pada akhir Januari lalu memperkenalkan mekanisme untuk memantau ekspor vaksin setelah produsen vaksin mengumumkan penundaan pengiriman pasokan.
Jepang telah mengamankan setidaknya 564 juta dosis vaksin Corona -- terbanyak di Asia, dan Perdana Menteri Yoshihide Suga berjanji untuk menyediakan pasokan vaksin yang cukup untuk seluruh populasi pada Juni mendatang, sebelum Olimpiade Tokyo dimulai pada 23 Juli.