Polisi Myanmar kembali menembaki para pengunjuk rasa antikudeta pada Jumat (5/3). Seorang pria dikabarkan tewas akibat tindakan kekerasan itu.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (5/3/2021) kekerasan terhadap para demonstran kembali terjadi setelah Amerika Serikat meluncurkan sanksi baru yang menargetkan konglomerat militer Myanmar setelah kematian puluhan pengunjuk rasa pada Rabu (3/3).
Pada Jumat (5/3), para aktivis terus menyuarakan lebih banyak demonstrasi untuk menuntut pemulihan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Di kota Mandalay, ribuan orang berbaris dengan damai menyuarakan aspirasi mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Zaman batu sudah berakhir, kami tidak takut karena Anda mengancam kami," teriak demonstran dari arah kerumunan.
Saksi mata menyebut, polisi tiba-tiba melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan demonstran. Satu orang tertembak di bagian leher.
"Saya pikir dia berusia sekitar 25 tahun, tetapi kami masih menunggu anggota keluarganya," kata seorang dokter yang memeriksa korban kepada Reuters melalui telepon.
Di kota utama Yangon, polisi menembakkan peluru karet dan granat kejut untuk membubarkan pengunjuk rasa. Sekitar 100 dokter berjas putih turut hadir dalam aksi tersebut. Sementara itu, massa demonstran juga berkumpul di kota Pathein, di sebelah barat Yangon.
Pada hari sebelumnya, polisi membubarkan aksi unjuk rasa dengan gas air mata dan tembakan di beberapa kota. Kondisi ini lebih terkendali dibandingkan hari Rabu lalu (3/3), ketika PBB mengatakan 38 orang tewas dalam sehari dan disebut sebagai hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari.
Kepala HAM PBB Michelle Bachelet menuntut pasukan keamanan menghentikan apa yang dia sebut sebagai "tindakan keras dan kejam terhadap pengunjuk rasa damai". Bachelet mengatakan lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan sejak kudeta.
Singapura adalah negara tetangga Myanmar yang paling blak-blakan dan Menteri Luar Negerinya, Vivian Balakrishnan, mengatakan itu adalah "aib nasional" bagi angkatan bersenjata untuk menggunakan senjata terhadap rakyat mereka sendiri.
Dia meminta militer Myanmar untuk mencari solusi damai. Menlu Singapura itu mengatakan bahwa tekanan eksternal hanya akan berdampak terbatas pada situasi di Myanmar.
Seorang juru bicara dewan militer Myanmar yang berkuasa tidak menjawab panggilan telepon ketika dimintai komentar.
Sementara itu, aliran listrik di banyak wilayah Myanmar mendadak terputus pada Jumat (5/3) waktu setempat, saat unjuk rasa antikudeta menyelimuti negara itu. Berbagai lembaga pemerintahan Myanmar melaporkan adanya 'kerusakan sistem'.