Meksiko tengah menghadapi gelombang kekerasan bermotif politik, tiga bulan menjelang pemilihan umum (pemilu). Menurut pemerintah, dalam enam bulan terakhir setidaknya 64 politisi Meksiko telah dibunuh.
Para politisi di negara Amerika Latin itu, terutama di tingkat lokal, sering menjadi korban pertumpahan darah terkait korupsi dan perdagangan narkoba bernilai miliaran dolar.
Menjelang pemungutan suara nasional, regional hingga lokal pada 6 Juni mendatang, pemerintah Meksiko mengatakan akan meningkatkan keamanan bagi para kandidat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejahatan kerah putih dan terorganisir memiliki beragam tindakan untuk mempengaruhi pemilihan ini, melalui strategi keterlibatan atau tekanan kekerasan," kata Menteri Keamanan Meksiko, Rosa Icela Rodriguez, seperti dilansir AFP, Jumat (5/3/2021).
Rodriguez mengatakan bahwa 73 kasus kekerasan politik telah tercatat antara September 2020 hingga Februari 2021, termasuk terjadinya 64 pembunuhan di Meksiko.
"Kami bekerja untuk mengendalikan peningkatan kejahatan ini karena organisasi-organisasi kriminal berusaha untuk memperkuat operasi mereka melalui intimidasi dan meningkatkan pengaruh politik mereka," kata Rodriguez kepada wartawan.
Sejumlah kejahatan yang menargetkan politisi antara lain seperti pembunuhan, penculikan, ancaman terhadap kerabat, serangan pembakaran rumah dan pemerasan.
Sebelumnya pada bulan November 2020, wali kota di negara bagian Veracruz, Meksiko timur, Florisel Rios dilaporkan diculik dan dibunuh.
Simak juga 'Pandemi di Meksiko, Ribuan Orang Jadi PSK Gegara Kelaparan':
Pada bulan Januari 2021, orang-orang bersenjata menembak mati seorang anggota kongres regional, Juan Antonio Acosta Cano, di negara bagian Guanajuato, Meksiko Tengah, yang sama seperti Veracruz adalah tempat terjadinya perang wilayah yang mematikan antara kartel-kartel yang bersaing.
Bulan lalu, wali kota di negara bagian Oaxaca Leobardo, Ramos Lazaro, juga ditembak mati saat bepergian dengan menggunakan truknya.
Menurut firma konsultan Etellekt, 153 politisi dibunuh selama kampanye berdarah untuk pemilu 2018, dan 90 persen kejahatan itu tetap tidak dihukum.
Sejak pemerintah mengerahkan pasukan militer untuk memerangi perdagangan narkoba pada 2006, lebih dari 300.000 orang telah dibunuh. Pihak berwenang juga mengatakan sebagian besar pembunuhan terkait dengan kekerasan antar geng.