Militer Myanmar Sempat Coba Pindahkan Rp 14 T dari Bank Sentral AS

Militer Myanmar Sempat Coba Pindahkan Rp 14 T dari Bank Sentral AS

Syahidah Izzata Sabiila - detikNews
Jumat, 05 Mar 2021 09:51 WIB
Panglima Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing meminta agar demo dihentikan. Min Aung meminta masyarakat menghindari kerumunan karena sedang pandemi Covid-19.
Panglima militer Myanmar (Foto: Screenshoot AP)
Washington DC -

Junta militer Myanmar terungkap sempat mencoba memindahkan dana sekitar US$ 1 miliar (Rp 14,3 Triliun) yang disimpan di Federal Reserve Bank (Bank Sentral Amerika Serikat) di New York ke Bank Sentral Myanmar beberapa hari setelah merebut kekuasaan pada 1 Februari lalu. Hal itu diungkapkan tiga pejabat pemerintahan, salah satunya pejabat Amerika Serikat (AS), setelah mereka membekukan dana tersebut.

Seperti dilansir Reuters, Jumat (5/3/2021) upaya yang dilakukan pada 4 Februari lalu itu menjadi pemblokiran pertama oleh pengamanan Bank Sentral AS alias The Fed. Para pejabat pemerintah AS kemudian berhenti menyetujui transfer dana apapun, sampai perintah eksekutif Presiden Joe Biden memberi mereka otoritas hukum untuk memblokirnya tanpa batas waktu.

Seorang juru bicara The Fed New York menolak berkomentar tentang pembekuan rekening tersebut. Departemen Keuangan AS juga menolak berkomentar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Upaya pemindahan dana, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, dilakukan setelah militer Myanmar melantik gubernur bank sentral yang baru dan menahan pejabat-pejabat reformis saat kudeta.

Upaya pemindahan dana yang dilakukan junta militer Myanmar menandai upaya nyata mereka untuk membatasi sanksi internasional. Terlebih setelah militer menangkap para pejabat terpilih, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, yang memenangkan pemilihan umum nasional pada November 2020. Militer merebut kekuasaan setelah menuduh pemilu tersebut dipenuhi kecurangan, meski tuduhan kecurangan itu dibantah oleh komisi pemilihan umum Myanmar.

ADVERTISEMENT

Diketahui Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan Inggris telah mengeluarkan sanksi baru atas kudeta dan tindakan kekerasan militer terhadap para demonstran. Pada Kamis (4/3) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa sedikitnya 54 orang telah tewas sejak kudeta, lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan.

Pada 10 Februari lalu, ketika mengumumkan perintah eksekutif baru yang membuka jalan bagi sanksi terhadap para jenderal dan bisnis mereka, Biden mengatakan bahwa AS akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah para jenderal "memiliki akses yang tidak semestinya" ke dana pemerintah Myanmar senilai US$ 1 miliar (Rp 14,3 triliun).

Pejabat AS tidak menjelaskan pernyataan tersebut pada saat itu, tetapi perintah eksekutif yang dikeluarkan keesokan harinya secara khusus menyebutkan Bank Sentral Myanmar sebagai bagian dari pemerintah Myanmar. Perintah tersebut mengizinkan penyitaan aset pemerintah pasca kudeta Myanmar.

Simak juga 'Joe Biden Beri Sanksi ke Militer Myanmar!':

[Gambas:Video 20detik]



Sumber tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa perintah eksekutif itu dirancang untuk memberi The Fed New York otoritas hukum untuk menyimpan US$ 1 miliar dana cadangan Myanmar tanpa batas waktu.

Dana Cadangan Myanmar akan dikelola oleh bagian dari The Fed New York yang dikenal sebagai Bank Sentral dan Layanan Akun Internasional (CBIAS), di mana banyak bank sentral menyimpan cadangan dolar AS untuk tujuan seperti menyelesaikan transaksi.

Disebutkan bahwa transaksi yang melibatkan Myanmar memerlukan pengawasan ekstra karena negara itu tahun lalu ditempatkan dalam "daftar abu-abu" Satuan Tugas Aksi Keuangan internasional untuk masalah pencucian uang, karena risiko pencucian dana hasil perdagangan narkoba yang dilakukan melalui bank.

Panduan kepatuhan CBIAS, yang dipublikasikan pada tahun 2016, mengatakan pedoman The Fed New York mencakup ketentuan untuk menanggapi perkembangan di negara-negara pemegang rekening.

Para jenderal Myanmar tampaknya secara tegas mengendalikan Bank Sentral Myanmar pada saat percobaan penarikan uang itu.

Menurut Asosiasi bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), ketika kudeta 1 Februari lalu, militer Myanmar melantik gubernur bank sentral baru dan menahan pejabat ekonomi penting, termasuk Bo Bo Nge, wakil gubernur reformis dan sekutu Suu Kyi, yang hingga saat ini masih ditahan.

Halaman 2 dari 2
(izt/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads