Amerika Serikat (AS) merencanakan akan menyumbangkan dana sebesar US$ 4 miliar (Rp 56,2 triliun) untuk program vaksin Corona (COVID-19) global yang ditujukan membantu negara-negara miskin dan berkembang. Rencana itu disampaikan Presiden AS Joe Biden dalam pertemuan virtual G-7 pada Jumat (19/2) waktu setempat.
Seperti dilansir NBC News, Jumat (19/2/2021), pertemuan para pemimpin negara G-7 itu diperkirakan akan fokus membahas respons pandemi Corona secara global. AS akan menyumbangkan US$ 2 miliar (Rp 28,1 triliun), sebagai awalan, dalam beberapa hari ke depan untuk program COVAX yang didukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Program COVAX dilakukan untuk memastikan akses vaksin yang adil dan setara untuk seluruh negara. Dalam jangka waktu dua tahun kedepan, AS akan mengucurkan sisa dana $ 2 miliar (Rp 28,1 triliun).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, sumbangan lainnya sebesar US$ 500 juta akan diberikan AS saat komitmen donasi dari pendonor-pendonor lainnya terpenuhi dan dosis-dosis awal telah disalurkan.
Meski jutaan warga AS masih menunggu akses pada vaksin Corona, pejabat pemerintahan AS menyatakan bahwa menyumbangkan dana untuk program vaksin global akan membantu warga AS sendiri dengan mengurangi risiko mutasi lebih lanjut yang bisa semakin memperpanjang pandemi.
"Kita benar-benar berpikir bahwa penting untuk mengambil peran dalam mengatasi pandemi secara global dan untuk benar-benar menempatkan kepemimpinan AS di luar sana untuk melakukan ini," ucap seorang pejabat senior pemerintahan AS yang enggan disebut namanya.
"Sangat penting untuk meningkatkan vaksinasi secara global, sementara kita tentu saja akan memprioritaskan vaksinasi di dalam negeri," imbuhnya.
Alokasi donasi US$ 4 miliar ini telah disetujui Kongres AS pada Desember tahun lalu, sebagai bantuan pandemi asing. Namun, seperti dilansir ABC News, diketahui bahwa pemerintahan sebelumnya di bawah mantan Presiden Donald Trump, menolak untuk mendukung COVAX dan memutuskan hubungan dengan WHO.
Biden mengubah pendekatan itu saat mulai menjabat pada Januari lalu, dengan mempertahankan keanggotaan AS di WHO dan menjadikan perang melawan pandemi Corona secara global sebagai prioritas keamanan nasional AS.
Sebelumnya, organisasi bantuan global Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), UNICEF, menyerukan agar negara-negara yang telah memvaksinasi tenaga kesehatan mereka dan populasi yang berisiko tinggi tertular Corona, membagikan pasokan vaksin dengan negara lain agar mereka bisa melakukan hal yang sama.
Nyaris 130 negara, dengan total populasi 2,5 juta jiwa, belum menyuntikkan satu pun dosis vaksin Corona. UNICEF menyebut situasi itu sebagai 'strategi merugikan diri sendiri' yang akan memberi kesempatan lebih lanjut bagi virus Corona untuk bermutasi.
Sementara itu, tercatat 75 persen dari total pasokan vaksin Corona secara global dikuasai oleh 10 negara yang menyumbang 60 persen produk domestik bruto (GDP) global. Banyak negara tidak mampu bersaing dengan negara-negara kaya, seperti AS dan negara Barat lainnya, untuk mengamankan pasokan vaksin.