Urusan Nuklir Bikin Kata Manis Paman Sam Disindir Pemimpin Iran

Round Up

Urusan Nuklir Bikin Kata Manis Paman Sam Disindir Pemimpin Iran

Tim Detikcom - detikNews
Jumat, 19 Feb 2021 04:01 WIB
In this photo released by the official website of the office of the Iranian supreme leader, Supreme Leader Ayatollah Ali Khamenei waves to worshippers prior to deliver his sermon in the Friday prayers at Imam Khomeini Grand Mosque in Tehran, Iran, Friday, Jan. 17, 2020. Irans supreme leader said President Donald Trump is a
Ayatollah Ali Khamenei (Foto: Office of the Iranian Supreme Leader via AP)
Teheran -

Aksi saling tak mau kalah masih mewarnai drama Iran dan Amerika Serikat soal kesepakatan nuklir 2015. Menyikapi hal itu, pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menuntut 'tindakan, bukan kata-kata' dari Amerika Serikat (AS), jika negara itu ingin menghidupkan kembali kesepakatan nuklir tahun 2015.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (18/2/2021), seruan ini menjadi tantangan bagi Presiden Joe Biden untuk mengambil langkah awal untuk kembali ke perundingan. Iran menetapkan tenggat waktu pekan depan bagi Biden untuk mulai mencabut sanksi-sanksi yang diberlakukan pendahulunya, mantan Presiden Donald Trump.

Iran mengancam akan mengambil langkah terbesar untuk melanggar kesepakatan nuklir itu. Pelanggaran kesepakatan itu akan melibatkan larangan inspeksi mendadak oleh pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Kami telah mendengar banyak kata-kata dan janji-janji manis yang dalam praktiknya telah dilanggar dan tindakan bertentangan telah diambil," ucap Khamenei dalam pidatonya yang disiarkan televisi setempat.

"Kata-kata dan janji-janji itu tidak baik. Kali ini (kami ingin) hanya tindakan dari pihak lain, dan kami juga akan bertindak," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Pada Rabu (17/2) waktu setempat, AS mendorong Iran untuk menahan diri dari langkah-langkah yang mengancam komitmen dalam kesepakatan nuklir itu. Biden bermaksud memulihkan kesepakatan nuklir di mana Iran sepakat membatasi pengayaan uraniumnya, sebagai imbalan atas pencabutan sanksi.

Kesepakatan bersejarah itu dicapai di bawah pemerintahan mantan Presiden Barack Obama, namun Trump menarik AS dari kesepakatan itu tahu 2018 lalu dan menerapkan kembali sanksi-sanksi untuk Iran.

Iran dan AS tengah berselisih soal siapa yang harus mengambil langkah pertama untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir itu. Iran menyebut AS harus mencabut sanksi terlebih dulu, sementara AS meminta Iran terlebih dulu kembali mematuhi komitmennya dalam kesepakatan itu, yang mulai dilanggar setelah Trump menerapkan kebijakan 'tekanan maksimum' pada Iran.

Diketahui bahwa Iran mempercepat pelanggaran komitmen dalam kesepakatan itu dalam beberapa bulan terakhir. Situasi memuncak saat Iran mengumumkan akan mengakhiri inspeksi mendesak oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada 23 Februari mendatang.

Inspeksi semacam itu, yang bisa dilakukan di mana saja di luar fasilitas nuklir Iran, diwajibkan di bawah 'Protokol Tambahan' IAEA yang sebelumnya disetujui oleh Iran untuk dijalankan. Iran menandatangani protokol itu tahun 2003 tapi belum meratifikasinya.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, dalam press briefing menyatakan bahwa AS mengetahui rencana Iran untuk menghentikan inspeksi mendadak tersebut.

"Seperti yang telah kami dan mitra kami tekankan, Iran harus membalikkan langkah-langkah ini dan menahan diri untuk mengambil langkah lain yang akan berdampak pada jaminan IAEA," sebut Price. "Jalur diplomasi tetap terbuka," imbuhnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads