Pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Iran kini mulai memproduksi logam uranium, yang berarti pelanggaran terkait batas yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir dengan sejumlah negara di dunia.
Seperti dilansir AFP, Kamis (11/2/2021), pelanggaran kesepakatan itu dilakukan ketika Iran memperingatkan hampir habisnya waktu bagi pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk menyelamatkan perjanjian nuklir tersebut.
Pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang berbasis di Wina, Austria mengatakan dalam sebuah pernyataan pada 8 Februari, mereka "memverifikasi adanya 3,6 gram logam uranium di Pabrik Pembuatan Plat Bahan Bakar Iran di Esfahan".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi memberi tahu negara-negara anggota IAEA tentang pelanggaran baru Iran itu.
Kabar itu sebenarnya sudah diperkirakan karena bulan lalu Iran sedang meneliti produksi logam uranium, yang bertujuan untuk menyediakan bahan bakar canggih untuk reaktor penelitian di Teheran. Produksi logam uranium diketahui dapat digunakan sebagai komponen dalam senjata nuklir.
Kesepakatan nuklir - yang dicapai pada tahun 2015 antara Iran dengan Amerika Serikat, China, Rusia, Jerman, Prancis dan Inggris - berisi larangan selama 15 tahun untuk "memproduksi atau memperoleh logam plutonium atau uranium atau campurannya".
Kesepakatan itu menyatakan bahwa setelah 10 tahun, Iran akan diizinkan untuk memulai penelitian tentang produksi bahan bakar berbasis logam uranium "dalam jumlah kecil yang disepakati," tetapi hanya jika pihak lain telah memberikan persetujuan.
Pelanggaran baru itu terjadi sebulan setelah Iran mengumumkan telah meningkatkan proses pengayaan uraniumnya hingga kemurnian 20 persen, jauh di atas tingkat 3,67 persen yang diizinkan oleh kesepakatan itu, tetapi jauh di bawah jumlah yang dibutuhkan untuk sebuah bom atom.
Simak juga 'Reaksi Iran terhadap Kebijakan Joe Biden':