Rusia Tolak Putusan Pengadilan HAM Eropa untuk Bebaskan Navalny

Rusia Tolak Putusan Pengadilan HAM Eropa untuk Bebaskan Navalny

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 18 Feb 2021 05:09 WIB
FILE - In this file photo taken on Saturday, Feb. 29, 2020, Russian opposition activist Alexei Navalny takes part in a march in memory of opposition leader Boris Nemtsov in Moscow, Russia. The German hospital treating Russian dissident Alexei Navalny says tests indicate that he was poisoned. The CharitΓ© hospital said in a statement Monday, Aug. 24, 2020 that the team of doctors who have been examining Navalny since he was admitted Saturday have found the presence of β€œcholinesterase inhibitors” in his system. Cholinesterase inhibitors are a broad range of substances that are found in several drugs, but also pesticides and nerve agents. (AP Photo/Pavel Golovkin, File)
Foto: Alexei Navalny (AP Photo/Pavel Golovkin)
Moscow -

Pengadilan HAM Eropa menyerukan kepada Rusia untuk membebaskan kritikus Alexei Navalny (44). Namun, seruan itu ditolak Rusia.

Dilansir AFP, Kamis (18/2/2021), hal itu sesuai dengan putusan Pengadilan HAM Eropa dilakukan pada Rabu (17/2) waktu setempat. Navalny mengajukan banding kepada pengadilan HAM Eropa pada Januari 2021 atas penangkapan yang dialaminya.

Pengadilan yang bermarkas di Strasbourg itu meminta kepada Rusia untuk membebaskan Navalny "dengan segera (bebaskan Navalny), memperhatikan sifat dan tingkat risiko terhadap nyawa pemohon," bunyi putusan pengadilan HAM Eropa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Kementerian Kehakiman Rusia langsung menolak. "Tidak masuk akal dan melanggar hukum dan tidak ada dasar hukum untuk membebaskan Navalny," kata Kementerian Kehakiman Rusia.

Dalam aturannya, Rusia yang masuk anggota Dewan Eropa wajib mematuhi putusan dari Pengadilan HAM Eropa.

ADVERTISEMENT

Menteri Kehakiman Rusia, Konstantin Chuychenko mengatakan kepada kantor berita Interfax bahwa putusan Pengadilan HAM Eropa sebagai bentuk campur tangan yang kasar dalam sistem peradilan Rusia. Berdasarkan aturan perubahan konstitusi yang disampaikan tahun lalu, keputusan dari perjanjian internasional mungkin tidak akan dilaksanakan jika bertentangan dengan dasar hukum Rusia.

Sebelumnya, polisi Rusia telah menangkap lebih dari 10.000 orang pada demonstrasi massal di seluruh negeri, di mana pengunjuk rasa mengecam pemerintah Rusia dan menuntut pihak berwenang membebaskan Navalny (44).

Navalny, pengkritik Presiden Vladimir Putin itu ditangkap setibanya di Moskow bulan lalu dari Jerman, setelah menjalani perawatan medis akibat serangan keracunan. Navalny menuduh Putin telah memerintahkan agen-agen keamanan Rusia untuk menaruh racun di celana dalamnya.

ahkan dalam pernyataannya di persidangan pada Selasa (3/2) lalu, dengan berani, Navalny menyebut Putin akan dikenang sebagai 'peracun celana dalam'.

Seperti dilansir Reuters dan Business Insider, Rabu (3/2), Navalny menyebut alasan penahanan dirinya karena 'kebencian dan ketakutan satu orang -- satu orang yang bersembunyi di bunker'.

Navalnya juga menyatakan bahwa dirinya telah 'menyinggung' Putin dengan bertahan hidup usai diracun, dirinya membuat marah Putin karena menolak lari dan sembunyi, dan dirinya semakin membuat marah Putin dengan menggali bukti kesalahannya.

"Satu-satunya metodenya (Putin-red) adalah membunuh orang. Pembunuhan adalah satu-satunya cara yang dia tahu untuk melawan," kata Navalny.

(man/man)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads