Ribuan orang turun ke jalan-jalan di kota Yangon, Myanmar pada Sabtu (6/2) untuk mengecam kudeta yang dilancarkan militer pekan ini. Massa juga menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
"Diktator militer, gagal, gagal; Demokrasi, menang, menang," teriak para pengunjuk rasa seperti diberitakan kantor berita Reuters, Sabtu (6/2/2021).
Dalam aksinya, para demonstran menyerukan militer untuk membebaskan peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dan para pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi yang telah ditahan sejak kudeta pada hari Senin (1/2) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melawan kediktatoran militer" demikian tulisan spanduk yang dibawa demonstran. Banyak pengunjuk rasa berpakaian warna merah NLD dan beberapa membawa bendera merah.
Junta militer Myanmar telah mencoba membungkam perbedaan pendapat dengan memblokir sementara Facebook dalam menghadapi gerakan protes yang berkembang.
Pihak berwenang juga memerintahkan penyedia internet untuk menolak akses ke Twitter dan Instagram "sampai pemberitahuan lebih lanjut", kata perusahaan telepon seluler Norwegia, Telenor Asa.
Permintaan VPN telah melonjak di Myanmar, memungkinkan sebagian orang untuk tetap bisa mengakses media sosial. Namun, para pengguna melaporkan gangguan yang lebih umum pada layanan data seluler, yang diandalkan oleh sebagian besar orang di negara berpenduduk 53 juta itu untuk berita dan komunikasi.
"Kami kehilangan kebebasan, keadilan dan sangat membutuhkan demokrasi," tulis seorang pengguna Twitter. "Tolong dengarkan suara Myanmar," tulisnya.
Panglima militer Min Aung Hlaing telah merebut kekuasaan dengan tuduhan kecurangan dalam pemilihan umum 8 November 2020, yang dimenangkan NLD secara telak. Komisi pemilihan umum membantah tuduhan kecurangan.
Junta mengumumkan keadaan darurat satu tahun dan berjanji akan menyerahkan kekuasaan setelah pemilihan umum baru, tanpa memberikan kerangka waktu.
Pengambilalihan kekuasaan tersebut mengundang kecaman internasional. Dewan Keamanan PBB pun menyerukan pembebasan semua tahanan.
Simak Video: Sipil Myanmar Terus Memprotes Aksi Kudeta Militer
Suu Kyi (75) tidak terlihat di depan umum sejak kudeta. Dia sebelumnya telah menghabiskan sekitar 15 tahun dalam tahanan rumah selama perjuangan melawan junta, sebelum transisi demokrasi yang bermasalah dimulai pada 2011.
Pengacara Suu Kyi dan Presiden yang digulingkan Win Myint, mengatakan bahwa keduanya ditahan di rumah mereka dan bahwa dia tidak dapat bertemu dengan mereka karena mereka masih diinterogasi. Suu Kyi menghadapi dakwaan mengimpor enam walkie-talkie secara ilegal, sementara Win Myint dituduh melanggar pembatasan virus Corona.
"Tentu saja, kami menginginkan pembebasan tanpa syarat karena mereka tidak melanggar hukum," kata Khin Maung Zaw, pengacara veteran yang mewakili keduanya.
Gerakan pembangkangan sipil telah berkembang di Myanmar sepanjang minggu ini, dengan para dokter dan guru menolak untuk bekerja, dan setiap malam orang-orang memukul panci dan wajan untuk menunjukkan kemarahan.