Kecaman untuk kudeta militer di Myanmar datang dari negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok Group of Seven atau G7. Para Menteri Luar Negeri (Menlu) dari negara G7 menyerukan militer Myanmar mengembalikan kekuasaan kepada pemerintahan yang sah dan membebaskan semua tokoh yang ditahan.
G7 merupakan organisasi antarpemerintah yang beranggotakan Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat (AS). Untuk tahun ini, Inggris memegang kepemimpinan Presidensi Kelompok G7.
Seperti disampaikan keterangan pers Kedutaan Besar Inggris di Jakarta yang diterima detikcom, Rabu (2/3/2021), para Menlu dari ketujuh negara itu kompak menyerukan militer Myanmar untuk menghormati hasil pemilu November 2020 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami, para Menteri Luar Negeri G7 dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa, bersatu mengutuk kudeta di Myanmar," demikian pernyataan gabungan para Menlu negara G7 itu.
"Kami sangat prihatin dengan penahanan para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, serta penargetan media," imbuh pernyataan itu.
Para Menlu negara G7 itu menyerukan militer Myanmar untuk segera mengakhiri keadaan darurat dan mengembalikan kekuasaan kepada pemerintahan yang sah dan dipilih secara demokratis, yang sebelumnya dipimpin Suu Kyi.
"Membebaskan semua yang telah ditahan secara tidak adil dan untuk menghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum," tegas pernyataan itu.
"Hasil pemilu November harus dihormati dan Parlemen harus kembali melaksanakan sidang secepatnya," tambah pernyataan para Menlu negara G7 tersebut.
Disebutkan juga dalam pernyataan itu bahwa pembatasan militer atas arus informasi sangat memprihatinkan. Para Menlu negara G7 menilai warga sipil, termasuk masyarakat sipil dan media, tidak boleh menjadi sasaran pembalasan dalam bentuk apapun.
"Kami juga menyerukan akses kemanusiaan yang seluas-luasnya untuk membantu mereka yang paling rentan," imbuh pernyataan itu.
Terakhir, para Menlu negara mengingatkan komunike 2019 yang menyatakan kembali komitmen G7 untuk transisi demokrasi Myanmar, perdamaian dan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia. "Kami mendukung masyarakat Myanmar yang menginginkan sebuah masa depan yang demokratis," tandas pernyataan tersebut.