Pengungsi Rohingya Takut Kembali ke Myanmar Usai Kudeta Militer

Pengungsi Rohingya Takut Kembali ke Myanmar Usai Kudeta Militer

Syahidah Izzata Sabiila - detikNews
Rabu, 03 Feb 2021 11:21 WIB
FILE - In this Sept. 1, 2017, file photo, members of Myanmars Rohingya ethnic minority walk past rice fields after crossing the border into Bangladesh near Coxs Bazars Teknaf area. An overcrowded boat carrying about 125 Rohingya refugees from Bangladeshi camps sank early Tuesday, Feb, 11, 2020, in the Bay of Bengal, leaving at least 16 dead, Bangladeshi officials said Tuesday. More than 700,000 Rohingya Muslims fled to Bangladesh from neighboring Myanmar to flee a harsh crackdown by Myanmars military since August 2017. (AP Photo/Bernat Armangue, File)
Ilustrasi -- Pengungsi Rohingya (AP Photo/Bernat Armangue, File)
Dhaka -

Pengungsi Rohingya yang kini tinggal di Bangladesh turut mengutuk kudeta militer Myanmar. Mereka juga mengaku bahwa kudeta membuat mereka lebih takut untuk kembali ke Myanmar.

Para pengungsi mengakui mereka lebih takut sekarang karena militer kini memegang kendali penuh.

"Militer membunuh kami, memperkosa saudara perempuan dan ibu kami, membakar desa kami. Bagaimana mungkin kami tetap aman di bawah kendali mereka?" kata Khin Maung, kepala Asosiasi Pemuda Rohingya di kamp-kamp di distrik Cox's Bazar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap repatriasi damai akan sangat berpengaruh. Ini akan memakan waktu lama karena situasi politik di Myanmar sekarang lebih buruk," katanya seperti dilansir The Associated Press, Rabu (3/2/2021).

Pada tahun 2017, terjadi operasi kontra-pemberontakan oleh militer Myanmar, termasuk pemerkosaan massal, pembunuhan, dan pembakaran desa. Hal itu mendorong lebih dari 700.000 Muslim Rohingya mengungsi ke negara tetangga Bangladesh.

ADVERTISEMENT

Bangladesh telah menampung mereka di kamp-kamp pengungsian dan ingin mengirim mereka kembali ke Myanmar. Sejumlah upaya repatriasi di bawah kesepakatan bersama gagal karena Rohingya menolak untuk pergi, takut akan lebih banyak kekerasan di negara yang menyangkal hak-hak dasar mereka termasuk status kewarganegaraan.

Para pejabat dari Myanmar dan Bangladesh bertemu bulan lalu untuk membahas cara-cara memulai repatriasi. Kementerian Luar Negeri Bangladesh dan pejabat Myanmar berharap repatriasi dapat dimulai sekitar bulan Juni mendatang.

Meski begitu, para pengungsi sangat menentang pengambilalihan militer.

"Kami mengutuk keras kudeta itu. Kami mencintai demokrasi dan hak asasi manusia, jadi kami khawatir itu hilang di negara kami," kata Maung.

"Kami adalah bagian dari Myanmar, jadi kami merasakan hal yang sama seperti rakyat Myanmar pada umumnya. Kami mendesak masyarakat internasional untuk bersuara menentang kudeta," katanya.

Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengatakan pihaknya berharap kudeta tidak akan menghambat kepulangan para pengungsi.

"Sebagai tetangga dekat dan ramah, kami ingin melihat perdamaian dan stabilitas di Myanmar. Kami gigih dalam mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan dengan Myanmar dan telah bekerja dengan Myanmar untuk pemulangan Rohingya secara sukarela, aman dan berkelanjutan," katanya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan tindakan keras militer Myanmar terhadap Rohingya sebagai bentuk genosida. Total lebih dari 1 juta pengungsi Rohingya kini ditampung di Bangladesh.

Halaman 2 dari 2
(izt/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads