Dunia Khawatirkan Kemungkinan Kudeta Militer di Myanmar

Dunia Khawatirkan Kemungkinan Kudeta Militer di Myanmar

Syahidah Izzata Sabiila - detikNews
Jumat, 29 Jan 2021 18:05 WIB
Myanmar: Partai Aung San Suu Kyi kembali menang dalam pemilu
Aung San Suu Kyi (Foto: BBC World)
Naypyidaw -

Belasan kedutaan asing, termasuk delegasi Amerika Serikat dan Uni Eropa, Jumat (29/1) mendesak Myanmar untuk "mematuhi norma-norma demokrasi". Sejumlah kedutaan itu bergabung dengan PBB dalam menyuarakan keprihatinan internasional akan kemungkinan kudeta di negara tersebut.

Dilansir dari AFP, Jumat (29/1/2021) setelah hampir 50 tahun di bawah pemerintahan Militer, Myanmar menjalani demokrasi di mana terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintahan sipil dan jenderal-jenderal negara.

Selama berminggu-minggu, pihak militer menuduh adanya ketidakberesan pemilu pada November 2020, yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pihak militer menyerukan untuk melakukan verifikasi daftar pemilih minggu ini, di mana seorang juru bicara militer pada Selasa (26/1) menolak untuk mengesampingkan kemungkinan pengambilalihan militer atas krisis politik.

Ketakutan meningkat setelah panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing tampaknya menggemakan sentimen itu pada Rabu (27/1), ketika dia mengatakan konstitusi negara itu dapat "dicabut" dalam keadaan tertentu.

ADVERTISEMENT

Anggota parlemen yang baru terpilih akan mulai menduduki parlemen pada 1 Februari mendatang. Keamanan di ibu kota Naypyidaw juga diperketat dengan pengerahan polisi untuk melakukan penjagaan.

Pada Jumat (29/1), Kedutaan AS - bersama dengan kedutaan 16 negara lainnya termasuk bekas kekuatan kolonial Inggris dan delegasi Uni Eropa - merilis pernyataan yang mendesak militer Myanmar untuk "mematuhi norma-norma demokrasi".

"Kami menantikan pertemuan damai Parlemen dan presiden terpilih pada 1 Februari," demikian pernyataan kedutaan-kedutaan tersebut.

"(Kami) menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar," imbuh pernyataan itu.

Lihat juga video 'Video Pengakuan 2 Tentara Myanmar':

[Gambas:Video 20detik]



Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres juga menyampaikan "keprihatinan besar" atas perkembangan Myanmar belakangan ini, kata juru bicaranya Stephane Dujarric.

"Dia mendesak semua pihak untuk menghentikan segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, dan mematuhi norma-norma demokrasi dan menghormati hasil (pemilihan)," kata Dujarric dalam sebuah pernyataan.

Pemungutan suara pada November 2020 lalu adalah pemilihan demokratis kedua yang dilakukan Myanmar sejak keluar dari tirai kediktatoran militer selama 49 tahun.

Seperti yang diperkirakan, Suu Kyi - tokoh yang sangat populer di Myanmar - dan partainya memenangkan pemilu dan bisa memangku jabatan untuk lima tahun ke depan.

Namun militer menuduh ada 10 juta kasus pelanggaran pemilih di seluruh negeri - klaim yang mereka ingin selidiki dan menuntut dikeluarkannya daftar pemilih dari Komisi Pemilu untuk diverifikasi.

Komisi Pemilu Myanmar merilis pernyataan pembelaan diri dan mengatakan bahwa pemungutan suara itu bebas, adil dan kredibel, dan mencerminkan keinginan rakyat. Mereka juga membantah tuduhan kecurangan meski mengakui adanya "kekurangan" dalam daftar pemilih. Kini pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap 287 total pengaduan yang ada.

Halaman 2 dari 2
(izt/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads