Washington DC -
Demonstran bersenjata marak di beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS) menjelang pelantikan Presiden terpilih AS, Joe Biden, pada 20 Januari besok. Senjata api yang dibawa oleh warga AS saat berunjuk rasa itu dimiliki secara legal karena Konstitusi AS menjamin hak setiap warganya untuk memiliki senjata api.
Seperti dilansir situs National Constitution Center, Selasa (19/1/2021), hak warga AS untuk memiliki senjata api secara legal itu diatur dalam Amandemen Kedua Konstitusi AS yang disetujui Kongres AS pada 25 September 1789 dan diratifikasi pada 15 Desember 1791 silam.
Amandemen Kedua ini diajukan dan disetujui dalam latar belakang politik saat itu yang sangat berbeda dengan situasi politik modern AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut situs resmi Kongres AS, Congress.gov, Amandemen Kedua Konstitusi AS secara lengkap berbunyi: "Milisi yang diatur dengan baik, diperlukan untuk keamanan Negara yang merdeka, hak rakyat untuk memiliki dan memegang Senjata tidak boleh dilanggar."
National Constitution Center yang merupakan organisasi sejarah yang didirikan pemerintah AS memberikan penjelasan soal latar belakang yang mendasari Amandemen Kedua dan perdebatan selama berpuluh-puluh tahun di AS soal amandemen tersebut.
Perdebatan modern soal Amandemen Kedua kini fokus pada apakah amandemen itu melindungi hak setiap individu untuk memiliki dan memegang senjata, atau melindungi hak yang hanya bisa dipraktikkan melalui organisasi milisi seperti Garda Nasional.
Amandemen Kedua Disetujui Saat AS Baru Dibentuk
Situasi politik di AS saat baru saja berdiri banyak dipengaruhi oleh tradisi Inggris selama berabad-abad. Diketahui bahwa AS resmi berdiri pada 4 Juli 1776 silam.
Banyak orang dari generasi pendiri AS yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah rentan menggunakan tentara untuk menindas rakyat. Laporan Al Jazeera menyebut bahwa situasi yang dikhawatirkan itu terjadi saat kepemimpinan Oliver Cromwell yang kontroversial, yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai diktator militer yang menguasai Inggris tahun 1653-1658 silam.
Oleh karena itu, opsi lain selain tentara permanen adalah pemerintah bisa bergantung pada milisi yang terdiri atas warga sipil biasa yang mendapat pasokan senjata mereka sendiri dan menerima pelatihan militer secara paruh waktu dan tanpa dibayar. Milisi semacam ini bisa dikerahkan saat menanggapi invasi tiba-tiba atau situasi darurat lainnya.
Namun, Perang Revolusi AS menunjukkan bahwa milisi tidak cukup untuk menghadapi kekuatan invasi yang besar seperti Kerajaan Inggris. Akhirnya, Konvensi Konstitusional memutuskan bahwa pemerintah federal harus memiliki wewenang tak terkekang untuk membentuk tentara permanen dan meregulasi milisi.
Persoalan ini, menurut laporan Al Jazeera, menjadi perdebatan sengit antara dua kelompok berpengaruh yang membingkai penyusunan Konstitusi AS, yakni Anti-Federalis dan Federalis.
Kelompok Federalis memandang pemerintah nasional yang kuat diperlukan untuk keberhasilan AS yang baru dibentuk. Konstitusi AS dipandang oleh kelompok Federalis sebagai cara menjamin pemerintahan seperti itu. Kelompok Anti-Federalis ingin memblokir ratifikasi Konstitusi dan mengklaim bahwa pemerintah nasional tidak bisa memenuhi kebutuhan rakyat yang jauh dari Capitol AS.
Meskipun mereka gagal memblokir ratifikasi itu, kelompok Anti-Federalis berperan penting dalam mengusulkan 12 amandemen untuk Konstitusi AS yang menetapkan hak-hak yang tidak dapat dicabut dari warga AS. Sekitar 10 amandemen di antaranya diratifikasi tahun 1791, termasuk Amandemen Kedua.
Zaman Berubah, Amandemen Kedua Jadi Perdebatan
Zaman banyak berubah sejak Amandemen Kedua diratifikasi tahun 1791 silam. Milisi tradisional tidak lagi digunakan dan milisi berbasis negara akhirnya bergabung dengan struktur militer federal.
Kekuatan militer negara jauh lebih kuat dari tentara abad ke-18. Kebanyakan warga AS tidak lagi takut pada Angkatan Bersenjata Negara dan hampir tidak ada yang berpikir bahwa rakyat yang dipersenjatai tidak bisa mengalahkan Angkatan Bersenjata dalam pertempuran.
Warga sipil AS abad ke-18 masih menyimpan senjata api di rumah mereka, tepatnya senjata yang sama yang diperlukan jika mereka dipanggil untuk bertugas di milisi di masa lalu. Sementara tentara modern diperlengkapi dengan senjata yang berbeda dari senjata warga sipil.
Dalam perkembangan zaman, warga sipil AS tidak lagi berharap menggunakan senjata mereka untuk tugas milisi, namun mereka masih menyimpan dan memegang senjata itu untuk mempertahankan diri dari penjahat, juga untuk berburu dan bentuk rekreasi lainnya.
Sementara Amandemen Kedua masih berlaku untuk menjaga pemerintah federal meregulasi senjata api secara nasional, negara-negara bagian memiliki wewenang untuk meregulasi senjata api sesuai keinginan mereka. Pada praktiknya, menurut National Constitution Center, banyak warga kulit hitam dilarang memiliki senjata dan senjata yang dipakai untuk milisi disimpan oleh pemerintah.
Selama bertahun-tahun, Mahkamah Agung AS (SCOTUS) mengadili sejumlah gugatan hukum terhadap Amandemen Kedua, terutama terkait makna dan implementasinya.
Salah satu gugatan menghasilkan aturan federal pertama untuk mengendalikan kepemilikan senjata api di AS, yakni Undang-undang Senjata Api Nasional (NFA) tahun 1934. NFA mengatur pemungutan pajak tapi juga membatasi penjualan senapan shotgun dan senapan yang memiliki panjang laras kurang dari 18 inch, senjata api tertentu yang digambarkan sebagai senjata lain, senapan mesin, dan peredam suara senjata api, karena kerap digunakan dalam tindak kejahatan.
Tahun 2008, larangan nyaris total atas kepemilikan senjata api yang diberlakukan di Washington DC digugat ke MA. Dalam putusannya, MA menetapkan bahwa Amandemen Kedua melindungi hak setiap individu untuk memegang senjata, bukan hanya dalam milisi. Putusan MA membatalkan larangan di Washington DC.
Tahun 2010, gugatan diajukan terhadap larangan pistol tangan di Chicago. MA dalam putusannya membatalkan larangan itu dengan menegaskan bahwa Konstitusi AS menjamin semua hak dasar warga negara akan dilindungi, sehingga menjadikan kepemilikan senjata api sebagai hak warga negara.
Namun, ada situasi di mana larangan penjualan senjata api berlaku, senjata api bisa dilarang di area sensitif seperti sekolah dan hak penjahat untuk memiliki senjata api bisa dibatasi.
Pengadilan lebih rendah di berbagai wilayah AS terus menangani kasus-kasus berkaitan dengan regulasi senjata api. Bahkan dengan adanya putusan MA tahun 2008 dan 2010, pengadilan-pengadilan ini sering memberikan putusan berbeda. Perdebatan terkait Amandemen Kedua masih jauh dari usai, baik di arena publik, politik maupun yudisial.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini