Seorang Pangeran Arab Saudi yang berpengaruh melontarkan serangan tajam terhadap Israel dalam sebuah konferensi regional. Serangan itu menuai balasan dari Menteri Luar Negeri Israel yang berbicara dalam konferensi yang sama secara virtual.
Seperti dilansir AFP, Senin (7/12/2020), perang kata-kata ini terjadi beberapa bulan setelah Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain melanggar konsensus Arab yang dipegang selama bertahun-tahun dengan menormalisasi hubungan dengan Israel. Langkah itu dikecam Palestina sebagai 'tikaman di punggung'.
Pangeran Turki al-Faisal, yang merupakan mantan kepala intelijen Saudi dan dikabarkan dekat dengan pemimpin Kerajaan Saudi, menegaskan kembali dukungan kuat untuk perjuangan Palestina dalam presentasi berapi-api di forum keamanan Dialog Manama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan menggunakan bahasa yang sangat blak-blakan, yang tergolong tidak biasa, Pangeran Turki menyebut Israel sebagai 'negara kecil yang terancam keberadaannya, dikelilingi pembunuh haus darah yang ingin memusnahkan keberadaannya'.
"Dan mereka mengaku ingin bersahabat dengan Arab Saudi," tuturnya.
Lebih lanjut, Pangeran Turki menggambarkan Israel sebagai 'kekuatan penjajah Barat' dan menguraikan sejarah penggusuran paksa orang-orang Palestina dan penghancuran desa-desa mereka.
"(Orang-orang Palestina) Ditahan dalam kamp-kamp konsentrasi dengan tuduhan keamanan paling rapuh -- tua dan muda, wanita dan pria, yang membusuk di sana tanpa mendapat keadilan," tuduhnya.
Tonton video 'PM Palestina Sedih AS-Israel Temui Putra Mahkota Arab Saudi':
Disebutkan Pangeran Turki bahwa otoritas Israel 'menghancurkan rumah-rumah sesuai keinginan mereka, dan membunuh siapa saja yang mereka inginkan'.
Menteri Luar Negeri Israel, Gabi Ashkenazi, memberikan tanggapan melalui videoconference. Ashkenazi menyatakan dirinya 'menyesalkan' pernyataan Pangeran Saudi tersebut, yang dilontarkan setelah bertahun-tahun menghangatnya hubungan Israel-Saudi secara diam-diam.
"Tuduhan palsu dari perwakilan Saudi dalam Konferensi Manama tidak mencerminkan fakta atau semangat dan perubahan yang sedang berlangsung di kawasan," tegas Ashkenazi dalam pernyataannya.
"Saya menolak pernyataannya dan menekankan bahwa era 'permainan saling menyalahkan' telah berakhir. Kita berada di awal era baru. Era perdamaian," cetusnya.
Pangeran Turki yang menyebut pernyataan itu mencerminkan pandangan pribadinya, menyuarakan skeptisisme atas Perjanjian Abraham, di mana Amerika Serikat (AS) mendorong Saudi untuk ikut bergabung. "Anda tidak bisa mengobati luka menganga dengan paliatif dan obat penghilang rasa sakit," sebutnya.
Diketahui bahwa Perjanjian Abraham yang dimediasi AS telah merusak Inisiatif Perdamaian Arab Tahun 2002 yang disponsori Saudi, yang menyatakan negara-negara Arab tidak akan menjalin hubungan dengan Israel hingga tercapai perdamaian Israel-Palestina. Saudi memegang teguh posisi tersebut hingga kini.
Namun diketahui juga bahwa kekhawatiran mutual terhadap Iran telah membawa Israel dan negara-negara Teluk semakin dekat. Saudi sendiri diam-diam membangun hubungan dengan Israel dalam beberapa tahun terakhir. Bulan lalu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menggelar pembicaraan rahasia di Saudi yang memicu spekulasi soal perjanjian normalisasi hubungan tengah diupayakan. Otoritas Saudi menyangkal adanya pembicaraan itu.